“Kita sedang mengkaji perbedaan barang bukti fisik dan digital, serta syarat formil agar penegakan hukum berbasis ETLE memiliki legitimasi kuat,” ungkapnya.
Selain ETLE, program Korlantas Menyapa juga menjadi perhatian. Program ini dirancang dengan pendekatan humanis, mulai dari menyapa wajib pajak, menyambangi sekolah, pesantren, hingga berbagai komunitas. Semua dilakukan untuk membangun keterbukaan pelayanan dan kampanye keselamatan berlalu lintas.
Agus menekankan, aspek keselamatan lalu lintas tetap menjadi prioritas utama. Meski angka kecelakaan di Indonesia masih tergolong tinggi, ia mengungkapkan bahwa tren penurunan sudah terlihat signifikan.
Pada operasi terakhir, misalnya, fatalitas kecelakaan tercatat turun hingga 51 persen hanya dalam 17 hari. Sementara itu, jumlah kecelakaan secara keseluruhan berkurang sekitar 30 persen.
“Ini pencapaian yang baik, tetapi belum cukup. Negara harus berani bersikap, termasuk menertibkan kendaraan over dimensi dan overload, agar dampak penurunan kecelakaan semakin signifikan,” tandasnya.
Diskusi ini diharapkan menjadi pintu masuk bagi lahirnya kebijakan lalu lintas yang lebih humanis, modern, dan tepat sasaran. Agus menegaskan bahwa Polri berkomitmen menghadirkan layanan lalu lintas yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dengan sinergi antara Polri, pakar, dan masyarakat, ia optimistis transformasi Korlantas akan berjalan efektif. Pada akhirnya, tujuan besar yang ingin dicapai adalah menciptakan budaya berlalu lintas yang aman, tertib, dan berkeselamatan. (*/rom)













