Sosialisasi yang diikuti masyarakat Kecamatan Padang Timur itu juga menampung sejumlah masukan. Ade, salah seorang warga, menilai sistem desil justru menyingkirkan masyarakat yang seharusnya berhak. “Banyak warga desil 5 sebenarnya masih layak dibantu, tapi terabaikan,” ujarnya.
Sementara itu, Irma Nurani menyoroti nasib anak korban kekerasan seksual yang terhambat mendapat bantuan karena kendala administrasi. “Padahal mereka sangat layak dibantu, tetapi karena data DTSEN tidak jelas, justru terhambat,” keluhnya.
Kritik juga muncul terkait belum adanya regulasi untuk mendukung Kelompok Siaga Bencana (KSB) yang aktif membantu masyarakat setiap kali terjadi bencana. Warga Kelurahan Jati bahkan menyoroti banyaknya lansia yang keluar dari kategori desil 1–6 sehingga tidak lagi menerima bantuan, meski hidup dalam kondisi serba kekurangan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumbar, Syaifullah, menegaskan bahwa Perda Nomor 8 Tahun 2019 harus benar-benar menjadi instrumen nyata untuk melindungi kelompok rentan.
“Perda ini hadir untuk memastikan masyarakat benar-benar merasakan kehadiran negara. Kami ingin implementasinya diperkuat agar kelompok rentan terlindungi, bantuan sosial tepat sasaran, dan masyarakat bisa hidup lebih sejahtera,” tegasnya.
Baik DPRD maupun Dinas Sosial sepakat, implementasi Perda Kesejahteraan Sosial harus lebih menyentuh masyarakat yang membutuhkan, sehingga tujuan meningkatkan kesejahteraan sosial di Sumbar dapat tercapai. (rgr)
