“Saat itu, narasi kami tentang advokasi hukum dipelintir di media sosial. LBH Padang diframing seolah-olah mendukung tawuran, padahal kami memperjuangkan hak anak. Polanya sama dengan serangan saat penolakan RUU TNI pada Maret 2025: buzzer bekerja dengan narasi yang sudah disiapkan,” ungkapnya.
Selain framing dan serangan ujaran kebencian, Calvin menyebut LBH juga mengalami upaya peretasan dan percobaan pengambilalihan akun.
Sementara itu, Ilhamdi Putra dari LBH Pers Padang menambahkan, ancaman peretasan tidak hanya menyasar aktivis. Masyarakat umum pengguna media sosial saat ini pun tanpa disadari telah disusupi.
“Sadar atau tidak, data digital kita terus disusupi. Ironisnya, potensi pelanggaran hukum justru bisa datang dari penegak hukum itu sendiri,” jelasnya.
Fachri Hamzah, Trainer Keamanan Digital AJI, mengingatkan, serangan digital kini tidak hanya berupa doxing atau peretasan akun, tetapi juga berkembang ke bentuk yang lebih canggih. (rel)
















