Sementara, pada Agustus 2024, PT PML mentransfer Rp 4,2 miliar ke rekening PT INH untuk keperluan pengamanan tanaman. Dalam waktu bersamaan, DJN diduga memberikan uang tunai Rp 100 juta kepada DIC untuk kepentingan pribadi.
Lantas pada November 2024, DIC menyetujui permintaan PT PML terkait perubahan RKUPH untuk pengelolaan ribuan hektare hutan di Register 42 dan 46.
“Kami juga menemukan pada Februari 2025, Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT INH ditandatangani DIC dengan mengakomodir kepentingan PT PML. Ada upaya memanipulasi laporan keuangan agar posisi DIC aman, termasuk pembuatan bukti setor fiktif,” ucap Asep.
Kasus ini berlanjut pada Juli 2025 ketika DIC meminta mobil baru kepada DJN. Permintaan itu disanggupi, dan pada Agustus 2025, ADT mengantarkan uang SGD 189.000 kepada DIC di Kantor PT Inhutani V.
Uang tersebut diduga bagian dari komitmen suap senilai total Rp 2,4 miliar, termasuk pemberian kepada seorang komisaris PT INH.
“Pada 13 Agustus 2025, tim KPK mengamankan sembilan orang, termasuk ADT di Bekasi dengan barang bukti mobil dan DIC di Jakarta dengan uang SGD 189.000, Rp 8,5 juta, serta satu unit mobil,” ungkap Asep.
Atas perbuatannya, DJN dan ADT sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, DIC sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor.
“Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK Gedung Merah Putih mulai 14 Agustus hingga 1 September 2025,” pungkasnya. (jpg)













