“Hal ini harus diajarkan sejak kecil agar menjadi kebiasaan dan kesadaran yang tumbuh dari dalam diri anak-anak, sehingga ketika dewasa mereka akan dengan sukarela menjalankannya,” tambahnya.
Sementara itu, Sholihin, guru pendamping dari Pakan Rabaa Utara Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, menekankan pentingnya aspek mental dalam mempersiapkan anak-anak. Ia menjelaskan bahwa tantangan utama adalah membentuk keberanian dan kekompakan dalam melaksanakan prosesi sholat jenazah. “Tantangan utamanya adalah mental anak-anak. Kami harus membujuk dan merayu agar mereka terus berlatih supaya tidak minder atau takut,” kata Sholihin.
Untuk itu, ia menerapkan metode latihan rutin setiap hari Senin dan Rabu guna membiasakan anak-anak menghadapi situasi nyata di masyarakat. Ia juga berharap agar Pemerintah Kabupaten Solok Selatan dapat mendukung kegiatan ini melalui fasilitasi lomba-lomba penyelenggaraan sholat jenazah.
“Kalau ada lomba, maka anak-anak akan lebih semangat belajar, dan dampaknya juga sangat positif bagi masyarakat. Anak-anak bisa ikut membantu saat ada yang meninggal dunia di lingkungan mereka,” jelasnya.
Kedua tokoh ini menekankan bahwa pembinaan sholat jenazah sejak dini tidak hanya memberikan keterampilan keagamaan, tetapi juga membentuk empati, tanggung jawab sosial, dan penguatan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari.
Lomba penyelenggaraan Sholat Jenazah ini merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan dalam memeriahkan HUT ke-80 Republik Indonesia. Ini sejalan dengan program unggulan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Satu Jorong Satu Rumah Tahfidz, mengingat penyelenggaraan jenazah juga menjadi salah satu program yang diajarkan di tiap rumah tahfidz. (ped/rel)




















