“Padahal, ternak kami kadang hanya minum air sungai ini, kalau untuk sekarang tentu kami harus ekstra hati-hati agar ternak kami tidak meminum air ini,” katanya dengan nada serius.
Sementara itu, Pegiat Lingkungan yang ada di Dharmasraya, Tanol menegaskan, bahwa sebetulnya aktivitas tambang emas ilegal merupakan pelanggaran serius yang melanggar Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.
“Ancaman pidananya jelas, lima tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Tapi faktanya, aktivitas ini tetap berjalan tanpa hambatan. Ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum kita,” tegasnya.
Ia juga memaparkan, bahwa parahnya lagi, sebetulnya ada sebuah penelitian tentang Fenomena Sulitnya Pemberantasan Aktivitas tambang ilegal yang ada di tiga kabupaten yang ada di Sumbar, yang salah satunya adalah Kabupaten Dharmasraya.
“Yang mana dalam penelitian tersebut disebutkan, bahwa tambang ilegal yang terjadi di Sumatera Barat, hampir selalu melibatkan jaringan rent seeking yang begitu kompleks. Artinya, tambang ilegal selalu melibatkan banyak aktor. Mulai dari oknum aparat penegak hukum, birokrat, anggota dewan atau oknum pemerintahan lainnya yang bertindak sebagai pemilik modal,” katanya.
Meski begitu, Ia tetap berharap, pihak berwenang tetap melakukan penindakan terhadap aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan ini, semuanya harus ditindak, mulai dari pemodal, penadah, hingga pembeli emas ilegal harus diusut.
“Ini kejahatan terorganisir. Jika dibiarkan, negara dirugikan, lingkungan hancur, dan masyarakat kecil yang menjadi korban. Hukum jangan hanya jadi formalitas di atas kertas,” tegasnya. (cr1)













