“Kita ingin madrasah dan sekolah menjadi ruang suci yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga menghangatkan jiwa,” Suyitno.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa KBC dikembangkan secara kolaboratif oleh Direktorat Kurikulum, Sarana, Kesiswaan, dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kemenag sejak akhir 2024. Kemudian melalui uji coba di 12 madrasah di berbagai provinsi. Serta melewati lima kali uji publik yang melibatkan pakar nasional. Seperti Prof. Yudi Latif, Nyai Alissa Wahid, Haidar Bagir, dan Prof. Fasli Jalal.
“Kita butuh kurikulum yang menyentuh akar—bukan hanya akal. Kurikulum yang membentuk empati, bukan sekadar mengisi memori,” tegas Dirjen. Dia juga menyoroti tantangan nyata seperti meningkatnya perundungan di sekolah, intoleransi sosial, dan kerusakan lingkungan. Termasuk hilangnya jutaan hektare lahan produktif di Indonesia setiap tahun.
Dalam konteks itu, Suyitno meyakini KBC hadir untuk membentuk kesadaran ekologis dan solidaritas sosial sejak dini. Dalam pelaksanaan nanti, KBC akan diimplementasikan secara bertahap melalui pelatihan daring, pelatihan calon pelatih, dan penguatan pemantauan melalui program Magis, yang dikembangkan bersama mitra strategis seperti Inovasi.
Sinergi antar unit di lingkungan Ditjen Pendis seperti GTK, PAI, dan Pusbangkom juga akan memperkuat eksekusi kurikulum ini. “Kurikulum ini bukan hanya milik madrasah, tapi milik seluruh bangsa,” katanya. Kemenag ingin memperkuat tri pusat pendidikan, yang meliputi sekolah, rumah, dan masyarakat. (jpg)
















