Terkait kemungkinan asap kiriman dari provinsi lain seperti Riau, ia menjelaskan bahwa hal itu bergantung pada arah angin.
“Asap itu dipengaruhi oleh arah angin. Kalaupun terjadi kebakaran hutan di Sumbar, kalau arah anginnya ke timur atau timur laut, maka dampaknya tidak akan ke Padang. Malah bisa saja asap dari wilayah Kabupaten Limapuluh Kota bergerak menuju Riau, bukan sebaliknya,” ulas Desindra Deddy Kurniawan.
Diketahui, akhir pekan kemarin kebakaran hutan hebat terjadi di wilayah Kabupaten Solok. Wabuk Solok Chandra mengatakan, lebih dari 100 titik kebakaran terjadi sejak Mei hingga Juni 2025, termasuk di Bukit Junjung Sirih dan Hiliran Gumanti yang nyaris mengancam pemukiman warga.
Meski sebagian besar titik api berhasil diatasi, keterbatasan personel dan armada masih menjadi kendala utama di lapangan. Candra juga mengimbau seluruh camat dan wali nagari untuk mengedukasi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Sementara, kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi selama musim kemarau di Kabupaten Tanah Datar, telah melalap sekitar 30 hektare lahan. Titik-titik kebakaran tersebar di sejumlah nagari (desa) yang berada di berbagai kecamatan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Ferdinal Asmin, menambahkan musim kemarau yang diprediksi berlangsung hingga September 2025 memperbesar risiko kebakaran. Operasional tim terbatas karena efisiensi anggaran, sehingga status darurat sangat dibutuhkan agar koordinasi dan bantuan lintas sektor lebih optimal.
Menurut Ferdinal, mayoritas kebakaran berasal dari pembukaan lahan dengan cara membakar, yang melanggar hukum. (*)
















