Karena itu, Komisi V DPR mendesak agar audit dana desa diperketat dan pelatihan pengelolaan anggaran lebih diintensifkan, agar dana yang sejatinya ditujukan untuk membangun desa tidak malah memperkaya segelintir oknum.
Berdasarkan temuan sementara, berikut beberapa pola dugaan penyelewengan dana desa yang marak terjadi. Pertama, sewa melalui aplikasi online. Seorang mahasiswi perguruan tinggi di Makassar, RH, 20, mengaku memiliki pelanggan tetap dari kalangan pejabat daerah.
Dalam pengakuannya yang viral di media sosial, RH mengungkap pernah di-booking selama tiga hari oleh seorang kepala desa, tepat setelah pencairan dana desa. Meski demikian, identitas kepala desa itu tidak diungkapkan.
Kedua, judi online dan trading forex. MY (33), BenÂdahara Desa Sukamaju, Kabupaten Serang, Banten, ditangkap karena diÂduga menyalahgunakan dana deÂsa sebesar Rp 127 juta untuk bermain judi online dan trading forex. MY memanipulasi proses penÂcairan anggaran lewat sisÂtem keuangan desa (SisÂkeudes), kemudian mentransfer dana ke rekening pribadinya.
Ketiga, dana desa untuk bayar utang pribadi. AH (50) mantan Kepala Desa Sipare-pare Tengah, Kecamatan Marbau, Labura, Sumut, dituduh menggelapkan dana desa hingga Rp 740 juta pada 2021–2022. Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, termasuk membayar utang, serta tidak membayarkan hak-hak peÂrangkat desa lainnya.
Keempat, pengadaan barang dan jasa fiktif. Kejari Kendal menetapkan PM, Sekretaris Desa Kertosari, Kecamatan Singorojo, sebagai tersangka karena diduga melakukan korupsi dalam pengelolaan keuangan desa tahun 2023. PM diduga memalsukan pengadaan barang dan jasa serta menyalahgunakan wewenangnya sebagai veÂriÂfikator keuangan desa, melanggar Permendagri No. 20 Tahun 2018. (jpg)
















