Taufik menyebut ke depan, KPI juga akan mengolah bahan baku generasi kedua, seperti minyak jelantah. Produksi tahap awal direncanakan dilakukan di Kilang Cilacap, sebelum diperluas ke kilang lain di jaringan KPI.
Kenapa Co-Processing Dipilih?
Meski teknologi full conversion lebih ramah lingkungan, KPI menilai strategi co-processing masih paling efisien untuk saat ini. Selain tidak memerlukan investasi infrastruktur besar, metode ini mempercepat proses produksi karena menggunakan kilang yang sudah ada.
“Ini solusi cepat dan hemat. Sambil terus menyiapkan kilang baru yang khusus untuk biofuel, kita bisa mulai dari apa yang kita punya,” jelas Taufik.
Namun ia juga menekankan bahwa pengembangan SAF butuh kerja sama lintas sektor. KPI hanya bagian dari ekosistem, dan regulasi yang mendukung serta sinergi industri sangat diperlukan untuk memperbesar skala produksi dan distribusi bahan bakar ramah lingkungan ini.
Taufik juga menekankan, lebih dari sekadar inovasi teknologi, strategi KPI ini diklaim membawa efek domino terhadap ekonomi nasional. Produksi biofuel membuka lapangan kerja baru, meningkatkan hilirisasi industri kelapa sawit dan limbah nabati, serta menciptakan nilai tambah di dalam negeri.
“Energi bukan cuma soal pasokan. Ini tentang ekonomi, politik, dan masa depan bangsa. Ketahanan energi adalah pondasi kemandirian Indonesia,” tutup Taufik. (jpg)




















