Puan menyoroti pentingnya pendekatan lintas sektor dalam upaya pencegahan, termasuk pengendalian populasi tikus berbasis komunitas. Menurutnya, hal ini membutuhkan kolaborasi antara Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pertanian.
“Virus ini muncul karena habitat manusia dan hewan pengerat makin berdekatan. Jadi, pendekatannya tidak bisa sektoral. Harus ada respons lintas sektor dengan target terukur, seperti turunnya populasi tikus dan meningkatnya indikator sanitasi,” paparnya.
Ia juga mengingatkan, virus Hanta termasuk penyakit zoonosis yang kerap luput dari perhatian, padahal dampaknya bisa sebanding dengan rabies, flu burung, atau leptospirosis. Rendahnya literasi masyarakat tentang bahaya zoonosis menjadi penyebab utama kelengahan.
“Jika masyarakat tidak tahu bahayanya, mereka bisa menganggap gejala awal sebagai penyakit ringan dan tidak segera berobat,” tutur Puan.
Karena itu, ia mendorong pemerintah memperbanyak sosialisasi dan edukasi, khususnya di daerah-daerah yang dekat dengan habitat tikus, seperti pasar, lahan pertanian, dan kampung-kampung.
“Edukasi harus menyentuh langsung masyarakat. Jangan tunggu sampai wabah menyebar luas,” pungkasnya. (jpg)













