Menurut Idris, mayoritas petani selama ini mengandalkan pengairan dari saluran irigasi bandar dan curah hujan. Namun, musim kemarau yang berkepanjangan telah menyebabkan debit air irigasi menyusut drastis hingga kering sama sekali. “Selama ini masyarakat bergantung pada aliran irigasi untuk pengairan sawah. Tapi sekarang debit air sangat kecil, bahkan tidak mengalir lagi. Ditambah curah hujan yang tak kunjung turun, kondisi ini sangat memprihatinkan,” jelasnya.
Sebagai bentuk ikhtiar, masyarakat setempat telah menggelar salat Istisqa atau salat minta hujan di beberapa jorong. Namun, hujan yang turun beberapa waktu lalu belum cukup untuk mengatasi kekeringan yang terjadi. “Untuk menyelamatkan lahan dari gagal panen, kami bersama masyarakat terus berdoa agar hujan segera turun. Kami telah melaksanakan salat minta hujan dan akan kembali melaksanakannya dalam waktu dekat,” tutup Idris. Kondisi ini menambah daftar panjang dampak perubahan iklim yang kini kian nyata dirasakan di sektor pertanian. Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk membantu petani menghadapi kondisi darurat ini. (uus)
















