JAKARTA, METRO–Kabar baik bagi para WNI yang masih bujangan dan ingin menikah. Mereka tidak perlu keluar ongkos untuk menikah di tanah air. Kementerian Agama (Kemenag) segera membuka layanan pencatatan nikah layaknya di Kantor Urusan Agama (KUA) di kedutaan-kedutaan.
Informasi tersebut disampaikan Menag Nasaruddin Umar usai pelaksanaan Nikah Massal menyambut Tahun Baru Muharram di Masjid Istiqlal, Sabtu (28/6).
Dia menyebut sejumlah negara prioritas untuk membuka layanan pencatatan nikah. Di antaranya Malaysia, Taiwan, Hongkong, Arab Saudi. “Prioritas kami yang banyak WNI-nya,” katanya. Dia juga mengatakan bahwa di Amerika Serikat dan Eropa juga banyak WNI. Sehingga memungkinkan dibuka layanan pencatatan nikah di negara-negara di kawasan tersebut.
Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan, prosesi nikah harus sesuai aturan agama dan ketentuan negara. Selama ini yang jadi pemasalahan adalah keberadaan wali nikah bagi pihak perempuan. Ketika bila ingin menghadirkan wali nikah dari kampung halaman, butuh biaya besar.
Nasaruddin mengatakan solusinya adalah mengganti wali nikah dengan wali hakim. Ada sejumlah syarat untuk jadi wali hakim. Di antaranya adalah laki-laki dan beragama Islam.
“Kita akan atur, karena kalau harus Dubes, ada Dubes yang non Islam,” jelasnya. Nantinya Kemenag akan memastikan keberadaan representasi KUA di perwakilan Indonesia di luar negeri.
Dengan cara itu, Nasaruddin mengatakan pemerintah berupaya menekan nikah di bawah tangan atau nikah siri. Termasuk juga praktik kumpul kebo, karena sulit menikah resmi.
Dia mengingatkan nikah sirri banyak negatifnya. Khususnya pada anak-anak yang dihasilkan. Mereka tidak bisa punya akta lahir. Dokumen ini penting untuk rangkaian berikutnya seperti masuk sekolah, membuat KTP, sampai paspor. “Kalau tidak bisa membuat paspor, bagaimana mau naik haji,” katanya.
Dalam kesempatan itu Nasaruddin juga menyoroti tren penurunan angka pernikahan di KUA. Dia meminta generasi muda di Indonesia tidak terpengaruh budaya di negara lain yang memilih pacaran tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan.
Merujuk data resmi Kemenag, pada 2020 lalu angka pernikahan yang dicatatkan di KUA sebanyak 2 juta pernikahan dalam setahun.
Sedangkan pada 2024 lalu, pernikahan yang dicatatkan di KUA susut tinggal 1,47 juta pernikahan. Jumlah tersebut sangat kontras dengan populasi masyarakat usia produktif di Indonesia yang sangat besar.
Nasaruddin mengatakan Indonesia adalah negara Pancasila. Maka budaya-budaya yang berkembang di negara lain, tidak semuanya bisa ditiru. Termasuk menunda-nunda pernikahan.

















