Sebelum prosesi makan bajamba dimulai, masyarakat terlebih dahulu mengadakan doa bersama dan syukuran, sebagai ungkapan terima kasih kepada para leluhur dan pejuang yang telah gugur membela tanah air. Suasana khidmat dan penuh haru menyelimuti seluruh rangkaian kegiatan.
“Makan bajamba ini bukan hanya soal makan bersama, tetapi juga simbol kebersamaan, persatuan, dan gotong royong masyarakat kita,” ujar Zahmas Ari.
Tradisi makan bajamba sendiri merupakan budaya khas Minangkabau, khususnya di Nagari Manggopoh.
“Dalam tradisi ini, makanan disajikan secara berkelompok dan disantap bersama-sama, biasanya dalam satu dulang atau nampan besar,” jelasnya.
Kegiatan ini biasa digelar pada momen-momen penting dan untuk menjamu tamu kehormatan.
Uniknya, seluruh hidangan yang disajikan dalam acara ini merupakan hasil gotong royong masyarakat, warga saling bahu membahu menyiapkan berbagai jenis masakan dan membawanya ke lokasi acara, mencerminkan nilai kekompakan dan solidaritas yang tinggi.
Acara makan bajamba ini tidak hanya memperkuat nilai-nilai budaya lokal, tetapi juga menjadi wadah silaturahmi antara pemerintah daerah, tokoh adat, dan masyarakat, dalam mengenang perjuangan para pahlawan serta melestarikan warisan budaya Minangkabau.
Di sisi lain, Wakil Bupati Agam, Muhammad Iqbal mengatakan bahwa peristiwa Perang Manggopoh memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kebersamaan dan solidaritas antarwarga, tanpa memandang latar belakang maupun perbedaan.
“Semoga peringatan Perang Manggopoh yang ke-117 tahun ini semakin memperkuat jati diri kita sebagai generasi penerus yang berani menegakkan kebenaran dan memerangi segala bentuk ketidakadilan,” tutupnya.
Peringatan ini diharapkan dapat membangkitkan semangat nasionalisme, mempererat persatuan, serta menjadi refleksi bagi generasi muda dalam mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif yang membangun bangsa dan daerah. (pry)




















