Penyerahan 10.000 bibit mangrove dan 10.000 cemara laut oleh mahasiswa dalam program HSSEC merupakan langkah simbolik yang harus diikuti dengan strategi jangka panjang, tata kelola lingkungan yang partisipatif, dan evaluasi terbuka terhadap dampaknya terhadap ekosistem pesisir. Inovasi seperti Eco-Friendly Incinerator, kapal tenaga surya, dan Integrated Global Garbage Treatment mencerminkan potensi Poltekpel sebagai pusat pengembangan teknologi hijau, namun tantangan terbesar justru terletak pada keberlanjutan, hilirisasi, serta penyelarasan program dengan kebutuhan masyarakat sekitar dan target nasional Net Zero Emission.
Kehadiran pejabat pusat dan daerah seperti Kepala Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut dan Wagub perlu dimaknai lebih dari seremoni, melainkan sebagai penguatan akuntabilitas atas arah pembangunan kampus yang tidak hanya fokus pada pencitraan, tetapi juga konsisten dalam membuktikan dampak lingkungan dan sosial secara nyata dan terukur.
Poltekpel Sumbar bersama PTKL lainnya di bawah Kemenhub terus melakukan upaya mempertahankan IMO White List – pengakuan internasional terhadap kualitas pelaut Indonesia agar tetap dapat bekerja di perusahaan pelayaran asing, sumbangan devisa dari para pelaut Indonesia mencapai Rp. 151,2 triliun per tahun (Tempo.com: 2021), ditambah adanya target pemenuhan kebutuhan pelaut dunia sebagaimana dikutip dari Seafarer Workforce Report 2021 yang dirilis BIMCO/ICS menyebutkan terdapat 1,89 juta pelaut yang bekerja pada lebih dari 74 ribu kapal niaga di seluruh dunia.
Laporan yang sama menyebutkan telah terjadi kekurangan 26.240 perwira pelaut yang bersertifikat sesuai Standard Training Certification and Watchkeeping (STCW) beserta amandemennya. Tentunya peluang Poltekpel Sumbar masih sangat terbuka untuk pemenuhan kebutuhan tersebut bersama PTKL di bawah Kemenhub lainnya.
Poltekpel Sumbar menunjukkan orientasi strategis yang kuat dalam membentuk lulusan vokasi maritim yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis terhadap isu-isu global seperti percepatan Net Zero Emission (NZE). Langkah ini tidak berhenti pada wacana, tetapi dijalankan melalui program nyata seperti pengembangan Mangrove Nursery dan Casuarina Nursery sebagai bagian dari solusi berbasis alam dalam menciptakan carbon sink yang efektif.
Mangrove dan cemara laut berfungsi vital dalam mitigasi krisis iklim, sejalan dengan temuan UNEP yang menyebutkan bahwa mangrove mampu menyimpan karbon 4–5 kali lebih banyak per hektare dibandingkan hutan tropis daratan. Poltekpel Sumbar dengan demikian tidak hanya membina SDM siap kerja, tetapi juga menanamkan tanggung jawab ekologis melalui pendekatan inovatif dan berkelanjutan.
Namun, untuk menjangkau dampak yang lebih luas, agenda ini perlu didorong oleh kolaborasi antargenerasi, lintas lembaga, dan keterlibatan aktif masyarakat. Pemulihan ekosistem pesisir melalui penghijauan jutaan mil garis pantai tidak dapat digerakkan oleh satu institusi semata, melainkan menjadi tugas kolektif dalam menghadirkan kembali hutan mangrove dan cemara laut sebagai tameng hidup bagi masa depan bumi “Hijau Pantaiku Biru Lautku” Salam Humanis Smart Sustainable Eco-Friendly Campus Poltekpel Sumbar. (ozi)




















