Menurut Iptu Repaldi, dalam pemeriksaan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim, AF mengakui perbuatannya. Pelaku telah dua kali melakukan tindakan bejat tersebut pada Oktober dan November 2024, di rumah mereka sendiri, saat istrinya tidak berada di tempat.
“Pengakuan AF, ia bisa melakukan pencabulan lantaran istrinya ketika itu tidak berada di rumah. Istri pelaku sehari-hari bekerja di sawah. Saat istrinya pegi, pelaku kemudian membawa korban ke dalam kamar dan melakukan perbuatan persetubuhan terhadap korban,” ungkap Iptu Repaldi.
Sementara itu, menurut pengakuan AF, hubungan rumah tangganya dengan RN telah lama tidak harmonis dan mereka telah sekitar satu tahun tidak lagi menjalin hubungan suami istri, meski masih tinggal serumah.
“Saya khilaf karena sudah setahun tak diberi jatah oleh istri. Saya menyesali perbuatan ini dan memohon maaf kepada keluarga serta masyarakat kampung,” ujar AF di hadapan penyidik.
Perbuatan yang dilakukan AF melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan perubahan dari UU No. 23 Tahun 2002. Dia terancam dikenai pasal Pasal 76D, yang melarang siapa pun memaksa anak melakukan persetubuhan dengan kekerasan atau ancaman.
Kemudian, Pasal 76E, yang mengatur larangan tindakan cabul terhadap anak, baik dengan kekerasan, bujuk rayu, tipu daya, maupun serangkaian kebohongan. Pelaku yang terbukti melanggar pasal-pasal tersebut dapat dikenakan hukuman penjara antara 5 hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
“Proses hukum akan terus dilanjutkan untuk memberikan keadilan kepada korban dan memastikan perlindungan hukum bagi anak-anak,” tegas Iptu Repaldi. (rdr)













