Tangis Ronaldo bukan sekadar ekspresi kegembiraan, melainkan cermin dari perjuangan panjang dan penuh tekanan. Ia bangkit, memeluk pelatih kepala Roberto Martinez, lalu menghampiri rekan-rekannya satu per satu, memberi pelukan hangat dan merayakan kemenangan penuh makna itu.
Atmosfer di stadion benar-benar memihak Portugal. Ribuan pendukung memenuhi Allianz Arena dengan dukungan yang mayoritas ditujukan kepada satu nama yaitu Cristiano Ronaldo. Sosok yang menjadi magnet dan inspirasi utama di balik performa luar biasa Portugal sepanjang turnamen ini.
Sebelum menumbangkan Spanyol, Portugal juga mengalahkan tuan rumah Jerman di babak semifinal hasil yang sempat diragukan banyak pihak. Namun Ronaldo dan kolega membuktikan bahwa mereka masih bisa bersaing di level tertinggi.
Gol ke gawang Spanyol menjadi yang ke-138 bagi Ronaldo di level internasional mempertegas statusnya sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa, jauh mengungguli Lionel Messi dan Sunil Chhetri.
Laga ini juga dipandang sebagai duel dua generasi Cristiano Ronaldo versus Lamine Yamal. Namun pada akhirnya, pengalamanlah yang berbicara. Ronaldo tampil sebagai pembeda, mencetak gol penting, sementara Yamal gagal mencetak pengaruh besar di pertandingan.
Menariknya, seusai pertandingan, Ronaldo mengungkapkan bahwa dirinya bermain dalam kondisi tidak 100 persen fit. Namun, ia menegaskan tak akan pernah melewatkan final, bahkan jika harus bermain dengan kaki yang patah sekalipun.
Dengan gelar UEFA Nations League kedua dalam genggaman, Ronaldo sekali lagi menunjukkan mengapa dirinya disebut sebagai legenda sejati. Di usianya yang sudah memasuki kepala empat, semangatnya tak luntur sedikit pun. Ia bukan hanya inspirasi bagi tim, tapi juga simbol ketangguhan dan loyalitas terhadap seragam kebanggaan Portugal. (jpg)




















