Dalam pertemuan tersebut, para ketua delegasi sepakat bahwa integrasi AI harus dilaksanakan secara bijaksana dengan mempertimbangkan etika, inklusivitas, sensitivitas kebudayaan, dan perspektif yang berpusat pada manusia.
“Kami mendorong kolaborasi antar negara, khususnya dalam konteks BRICS, mendorong tata kelola yang bertanggung jawab dalam memanfaatkan potensi AI di bidang pendidikan,” ungkapnya.
Kemudian, dalam konteks pendidikan tinggi, Indonesia mendukung inisiatif untuk membangun ruang bersama di bidang pendidikan tinggi di seluruh negara BRICS. Ruang bersama ini diyakini bisa membantu memenuhi kebutuhan pasar talenta global yang semakin mobile dan kompetitif.
Sejalan dengan itu, Kemendikti Saintek melalui program Diktisaintek Berdampak) juga tengah memperkuat peran perguruan tinggi sebagai pusat keterlibatan masyarakat, inovasi, dan kolaborasi industri. Kebijakan ini mendorong perguruan tinggi untuk lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat melalui penelitian terapan dan kemitraan strategis.
Karenanya, Brian berharap dapat menjajaki kolaborasi yang lebih kuat dalam lanskap pendidikan tinggi BRICS, khususnya melalui Universitas Jaringan BRICS (NU). “Kami ingin menjadi anggota aktif dari platform ini dan berkontribusi pada kelompok tematik yang ada, khususnya terkait dengan ketahanan pangan, digitalisasi dalam pendidikan, ekonomi hijau, dan energi terbarukan,” pungkasnya. (jpg)
















