Perbedaan acuan aturan menjadi titik krusial kebuntuan mediasi. PBSI bersikukuh menggunakan AD/ART versi organisasi nasionalnya, sementara KONI tetap merujuk pada AD/ART KONI yang berlaku di tingkat daerah.
Hendra menegaskan, keputusan ini murni berdasarkan aturan internal dan tidak ada campur tangan dari pihak eksternal.
“KONI tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Baik itu pejabat, maupun anggota DPRD,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan adanya anggapan bahwa KONI mempersulit PBSI dalam mendapatkan rekomendasi. Menurutnya, semua proses tetap berjalan sesuai mekanisme, dan KONI terbuka jika prosedur dijalankan sebagaimana mestinya.
“Prosesnya sedang berjalan. Kami justru dianggap menghambat, padahal kami tetap jalankan sesuai aturan,” imbuhnya.
Dengan keluarnya ke0/putusan ini, PBSI Bukittinggi secara otomatis tidak lagi mendapatkan hak-hak sebagai anggota cabang olahraga binaan KONI. Ini termasuk kehilangan akses terhadap fasilitas, program pembinaan, dan dukungan anggaran.
KONI berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi seluruh cabang olahraga di Bukittinggi untuk lebih taat pada regulasi dan tidak melangkahi prosedur organisasi. (pry)




















