Ia menyarankan agar diĀbuat aturan main yang jelas, seperti durasi satu jam per hari, dengan evaluasi berkala. Apabila anak konsisten mematuhi kesepakatan, bisa diberi reward. Namun, jika anak melanggar kesepakatan, orang tua harus tegas memberi konseĀkuensi.
āMisalnya cabut WiFi atau kurangi akses ke gawai. Anak perlu belajar bahwa setiap peĀlanggaran ada akibatnya,ā tegas Bunda Lia.
Ia juga mengingatkan pentingnya memantau tanda-tanda awal kecanduan, seperti sulit berhenti meski sudah diberi batas waktu, marah saat dilarang, atau mulai menarik diri dari pergaulan nyata. āKalau sudah begini, orang tua harus segera ambil peran, jangan biarkan anak larut dan jangan ragu mencari bantuan profesional jika ortu sudah kewalahan,ā lanjutnya.
Pihak sekolah juga perlu memberikan edukasi tentang etika bermain, manajemen waktu, dan kesehatan digital bila wacana tersebut jadi direalisasikan. Agar tidak sekadar dimaknai sebagai pembenaran untuk bermain game, tetapi juga membentuk karakter dan kedisiplinan siswa.
āJangan sampai karena ingin mengikuti tren, sekolah malah melegitimasi anak untuk bermain tanpa kontrol. Harus tetap ada nilai edukatif yang dipegang,ā tegas psikolog yang juga aktif memberikan edukasi parenting itu. (jpg)




















