Audiensi yang dipimpin Ketua Umum HMI Dharmasraya, Nanda Arfalia Putra, itu berlangsung hangat namun penuh tekanan. DaÂlam forum tersebut, NanÂÂÂÂda bersama puluhan kaÂder meÂnyuaÂrakan kereÂsaÂÂhan meÂreka atas dugaan praktik tidak transparan yang terÂjadi dalam pelaksanaan peÂlatihan dan uji kompetensi guru yang dikeÂlola oleh KeÂmenag.
“Kami tidak sedang menÂÂcari sensasi, kami haÂnya ingin kejelasan. AngÂgaÂran itu uang rakyat. MaÂka sudah seharusnya pengÂguÂnaannya juga terbuka untuk rakyat,” tegas Nanda kepada jajaran pejabat Kemenag Dharmasraya.
Menurutnya, berdasarkan Permenag RI Nomor 25 Tahun 2025, Kemenag memiliki tanggung jawab peÂnuh dalam membina penÂÂÂdiÂdikan madrasah, peÂsanÂÂtren, dan lembaga keÂagaÂmaan lainnya. Karena itu, pengelolaan anggaran di dalamnya haruslah sesuai aturan dan transparan.
Tak hanya itu, HMI juga menyoroti sikap lamban Kemenag dalam menangani isu toleransi, seperti kasus pembongkaran rumah ibadah yang sempat mencuat di PT SAK beberapa bulan lalu.
“Sebagai lembaga keÂagaÂmaan, Kemenag seharusnya berdiri paling depan dalam urusan menjaga harmoni dan toleransi umat,” sambungnya.
Dalam audiensi tersebut, HMI Dharmasraya menyampaikan empat tuntutan utama, pertama keterbukaan informasi anggaran pelatihan dan uji kompetensi guru madrasah dan pesantren. Meminta publikasi resmi terkait hal tersebut dalam waktu 1Ă—24 jam melalui media massa.
Ancaman aksi turun ke jalan dengan jumlah massa yang lebih besar bila tuntutan diabaikan, serta akan melaporkan ke pihak Kejaksaan jika ditemukan indikasi pÂeÂnyeÂlewengan atau kerugian negara. Terakhir, HMI juga minta kejaksaan Negeri (Kejari) Dharmasraya untuk segera Audit penggunaan angÂgaran di Kemenag DharÂmasÂraya. (cr1)
















