“Diversifikasi pangan perlu diperkenalkan agar anak tidak tergantung pada satu jenis makanan pokok,” tutur Angeli.
Ia meyakini, keberhasilan MBG tak lepas dari tampilan makanan yang menarik. Menu dengan warna-warni cerah seperti sayur hijau, lauk kuning, dan buah merah atau oranye terbukti menggugah selera.
“Menu yang kaya warna biasanya punya kombinasi gizi seimbang, sayur hijau untuk zat besi dan serat, protein hewani dan nabati, serta buah sebagai antioksidan alami. Ini penting untuk mendukung pertumbuhan anak,” ujar Angeli.
Namun, FFI juga mencatat sejumlah tantangan, seperti distribusi porsi yang belum merata antarwilayah, keterbatasan bahan segar di daerah terpencil, dan kebutuhan pelatihan dapur. Karena itu, mereka mendorong pemerintah melakukan standardisasi menu serta memperkuat rantai pasok.
“Tantangan ini harus diatasi bersama agar seluruh siswa Indonesia bisa merasakan manfaat MBG secara setara,” tegas Angeli.
Oleh karena itu, FFI merekomendasikan agar pelibatan sekoÂlah, wali murid, dan komunitas lokal diperkuat dalam proses perencanaan menu. Keterlibatan ini dinilai mampu meningkatkan keberlanjutan program dan memastikan makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhan serta budaya setempat.
“Pendidikan gizi seharusnya menjadi bagian integral dari kehidupan sekolah,” ucap Angeli.
Lebih lanjut, Angeli menyampaikan bahwa MBG tidak hanya soal memberi makan, tapi juga membangun masa depan. Lewat pemilihan menu yang kreatif dan bergizi, masa depan Indonesia bisa dibangun mulai dari piring makan siswa sekolah.
“Program Makan Bergizi Gratis terbukti bukan hanya soal memberi makan, tapi juga membentuk kebiasaan makan sehat dan rasa cinta pada makanan lokal sejak dini,” pungkasnya. (jpg)
















