Afifuddin mengatakan bahwa refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.
Ia mencontohkan salah satu hal krusial yang perlu menjadi pertimbangkan dalam revisi adalah jeda waktu antara pelaksanaan pemilu dan pilkada. Pengalaman pada tahun 2024, kata dia, menunjukkan betapa beratnya beban penyelenggara ketika tahapan pemilu dan pilkada berhimpitan. “Idealnya ada jeda 1,5 tahun sampai 2 tahun supaya kami bisa fokus menjalankan setiap tahapan,” ujarnya.
Selain itu, Afifuddin menekankan perlunya pembahasan mengenai desain kelembagaan penyelenggara, sistem pemilu, hingga metode pemilihan. Termasuk salah satunya terkait pemanfaatan teknologi. (jpg)
















