Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias, mengatakan Pasar Bawah rencananya dibangun sejak 2013 di atas tanah seluas 1,5 hektare (Ha) yang dibatasi jembatan penyeberangan pertama di Indonesia yang dibangun di zaman kolonial Belanda. “Kondisi pasar ini masih bangunan Belanda. Ini kami ajukan kepada pak Menteri agar dibangunkan bangunan baru yang berbentuk modern. Pasar ini terdiri dari empat lantai, ada basement di bawahnya. Ini gambaran Pasar Bawah yang sudah kami ajukan, sudah ada DED-nya dan tanahnya juga sudah bersertifikat,” jelas Ramlan.
Selain soal Pasar Bawah, Ramlan juga menyampaikan kendala air bersih di Bukittinggi yang selama ini belum mencukupi kebutuhan masyarakat sekitar.
“Termasuk kendala kami soal PDAM. Jadi sumber air kami dari Kabupaten Agam, sumbernya dari Gunung Singgalang. Kebutuhan air kita itu 400 liter per detik. Satu liter itu bisa mengaliri 80-100 KK. Dengan jumlah hotel ditambah lagi kebutuhan masjid dan lain sebagainya, kita kekurangan air sangat besar. Kami sudah punya DED dan tanahnya juga sudah dibebaskan. Tergantung anggaran lagi. Kami berharap pak Menteri juga bisa bantu ini,” tutur Ramlan.
Menurut Ramlan, sebagai kota wisata, keberadaan Pasar Bawah dan ketersediaan air yang mencukupi akan sangat mempengaruhi orang berkunjung ke Bukittinggi. Karena itu ia berharap, penunjang pariwisata seperti air, pasar dan lainnya itu harus dalam kondisi baik. “Kalau Bukittinggi, kota wisatanya rusak, Sumbar juga jadi masalah. Tentu harapan kita penunjang pariwisata ini perlu kita pikirkan bersama,” imbuh Ramlan.
Menteri PU Dody Hanggodo berkomitmen menyelesaikan pembangunan Pasar Bawah dan persoalan air bersih di Kota Bukittinggi. Ia meminta proposalnya diserahkan kembali ke Kementerian PU. “Tolong proposalnya diserahkan lagi nanti,” kata Dody yang kembali menerima proposal pembangunan Pasar Bawah dan sejumlah proyek lain di Bukittinggi. (*)




















