Dalam kenyataannya, kondisi ketenagakerjaan Indonesia makin muram dan nasib buruh Indonesia terus menerus kelam. Ini terlihat dari badai PHK yang terjadi di berbagai sektor industri. Bahkan, diperkirakan akan semakin parah seiring dengan dampak efek domino kebijakan proteksionis Donald Trump yang memicu perang dagang dan tarif.
Wahyu khawatir, kondisi ini akan meningkatkan angka pengangguran. Apalagi, ekonomi Indonesia juga tengah lesu efek kebijakan efisiensi anggaran guna menopang pembiayaan program populis Makan Bergizi Gratis (MBG). Kebijakan ini mengakibatkan kemerosotan aktivitas ekonomi baik di sektor riil, sektor jasa, hingga sektor ketenagakerjaan.
“Walau telah ada kebijakan efisiensi anggaran, APBN masih menanggung beban berat sehingga pada triwulan pertama tahun 2025, penarikan utang luar negeri sudah sangat besar sebesar Rp 250 triliun,” ujarnya di Jakarta, Kamis (2/5).
Mirisnya, ekspresi untuk menyalurkan ketidakpuasan dan kritik kebijakan makin terbatasi. Perlawanan masyarakat sipil menolak revisi UU TNI dijawab dengan represi dan intimidasi. Proses legislasi di parlemen pun dinilainya tak lagi mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi dengan mengedepankan aspirasi dan partisipasi bermakna, tetapi hanya untuk melayani kepentingan eksekutif yang bersekutu dengan kaum oligarki. Suasana ekonomi politik Indonesia gelap.
“Nasib pekerja migran Indonesia tak lepas dari carut marut kondisi ekonomi politik di masa Indonesia Gelap ini,” katanya.
Kebijakan efisiensi anggaran telah memangkas anggaran-anggaran pelayanan publik yang seharusnya diperuntukkan untuk advokasi pekerja migran yang mengalami masalah. Termasuk, inisiatif pemberdayaan komunitas di kampung halaman para pekerja migran.
Sebaliknya, kebijakan tentang pekerja migran yang diinisiasi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia kembali diorientasikan untuk mendongkrak perolehan remitansi ratusan triliun rupiah. Kementerian juga bersikeras untuk bisa segera mengirimkan sebanyak-banyaknya PMI ke Arab Saudi, dengan mengusulkan pencabutan moratorium meski hingga saat ini Saudi belum memenuhi kriteria sebagai negara yang menjamin hak asasi pekerja migran. “Ini tentu merupakan kemunduran kebijakan tentang pekerja migran Indonesia,” sambungnya.
Wajah muram pekerja migran Indonesia (PMI) masih ditunjukkan dengan eskalasi kasus PMI di berbagai belahan dunia. Ratusan ribu orang muda Indonesia masih terjebak dalam kamp-kamp operator scamming online dan judi online di Kamboja, Myanmar, dan Laos. “Jumlah yang meninggal dunia juga tidak sedikit di dalam tindak pidana perdagangan orang dengan penyalahgunaan teknologi digital (forced criminality),” ungkapnya. (jpg)













