Ia menegaskan, Pasal 27A UU 1/2024 dengan Pasal 45 ayat (5) UU 1/2024 yang terkait dengan pelanggaran terhadap ketentuan larangan dalam Pasal 27A UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan (delik aduan) yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana atau orang yang dicemarkan nama baiknya.
Dalam hal ini, lanjut Arief, kendati badan hukum menjadi korban pencemaran maka ia tidak dapat menjadi pihak pengadu atau pelapor yang dilakukan melalui media elektronik. Sebab hanya korban (individu) yang dicemarkan nama baiknya yang dapat melaporkan kepada aparat penegak hukum terkait perbuatan pidana terhadap dirinya dan bukan perwakilannya.
Atas hal ini, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menerapkan frasa “orang lain” pada Pasal 27A UU 1/2024, MK menegaskan bahwa yang dimaksud frasa “orang lain” adalah individu atau perseorangan.
Oleh karenanya, dikecualikan dari ketentuan Pasal 27A UU 1/2024 jika yang menjadi korban pencemaran nama baik bukan individu atau perseorangan, melainkan lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas yang spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
“Dengan demikian, untuk menjamin kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, maka terhadap Pasal 27A UU 1/2024 harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang frasa “orang lain” tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan,” pungkasnya. (jpg)


















