PADANG, METRO–Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sumbar menindak nelayan yang diduga melakukan Destructive Fishing atau tindak pidana perikanan lantaran menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
Hal itu dikatakan Direktur Polairud Polda Sumbar, Kombes Pol Marsdianto kepada wartawan, Jumat (25/1). Menurutnya, dalam pengungkapan kasus ini pihaknya menetapkan satu orang tersangka.
“Satu orang kita tetapkan tersangka. Inisialnya AMP yang merupakan warga Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumut. Perkaranya saat ini masih dalam proses penyidikan,” kata Kombes Pol Marsdianto.
Dijelaskan Kombes Pol Marsdianto, penangkapan terhadap nelayan yang melakukan tindak pidana perikanan ini dilakukan di Perairan Pulau Anso Kabupaten Padangpariaman pada Sabtu 15 Februari 2025 silam.
“Tersangka ini melaut menggunakan KM Bintang Fajar dari perairan Sibolga ke perairan Padangpariaman. Tersangka mencari ikan dengan menggunakan alat bantu tangkap ikan berupa kompresor, dan itu melanggar aturan,” ungkap Kombes Pol Marsdianto.
Kombes Pol Marsdianto, terungkapnya kasus ini setelah pihaknya melakukan patroli di perairan Padangpariaman dan didapati tersangka sedang melakukan penangkapan ikan dengan alat tangkap yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Tersangka melakukan penangkapan ikan di perairan dengan kedalaman sekitar 20 sampai 25 meter. Yang bersangkutan menyelam menggunakan alat bantu pernapasan dari kompresor yang berdasarkan keterangan ahli sangat merusak kesehatan dan merusak ekosistem laut,” jelas dia.
Ditambahkan Kombes Pol Mardianto, selain mengamankan tersangka, pihaknya juga mengamankan barang bukti kapal, alat selam, kompresor, anak panah, timah pemberat, kaca mata selam, 20 Kilogram ikan berbagai jenis, serta dokumen-dokumen kapal.
Atas perbuatannya, tegas Kombes Pol Marsdianto, tersangka dijerat Pasal 85 Jo Pasal 9 ayat (1) Jo Pasal 100 B Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dalam Pasal 27 angka 34 Undang-Undang Republik Indonesia No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang.
“Ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp250 juta. Terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan karena ancaman hukumannya di bawah 4 tahun. Namun perkaranya tetap kita proses hingga nantinya dilimpahkan ke Kejaksaan,” tuturnya.
