Ketidakpastian akan pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat yang menjadi pertanyaan hingga sekarang. Padahal Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat ini sudah ada sejak tahun 2010 lewat pasal 18B Ayat 2 dan Pasal 28l Ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat dan hak-hak nya. Namun, hingga sekarang tahun 2025 belum juga di bawa ke rapat pari purna untuk disahkan. Tidak sedikit pihak dari masyarakat akademisi, sipil, aktivis lingkungan dan organisasi adat sudah menyuarakan betapa pentingnya Rancangan Undang-Undang ini. Bahkan, Mantan Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) agar menindaklanjuti pembahasan Rancangan Undang-Undang ini. Tapi, hingga sekarang proses nya masi terhenti.
Beberapa alasan kenapa Rancangan Undang-Undang ini hingga sekarang belum disahkan alasannya cukup rumit. Tapi yang paling nyata yaitu kurangnya kemauan politik dari para wakil rakyat dan minimnya pemahaman pemerintah terhadap konsep masyarakat adat. Dan banyak nya pihak yang masih menganggap masyarakat itu sebagai masyarakat yang “ketinggalan zaman” yang tidak sesuai dengan arah pembangunan modern. Padahal, masyarakat adat adalah sebaliknya. Mereka hidup sejalan dengan alam dan lebih berkelanjutan. Mereka lah yang menjaga hutan, melestarikan budaya, menjaga air, bahkan membantu mengurangi perubahan iklim. Dan sangat di sayangkan, belum adanya hukum yang jelas yang bisa melindungi hak-hak mereka sehingga, sering di langgar dan dianggap sepele. Bahkan UU cipta kerja sekalipun justru lebih memperkuat posisi pemerintah untuk mengeluarkan izin usaha yang sering bersenggolan dengan wilayah masyarakat adat.
Satu-satunya cara yang paling logis dan adil adalah Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat harus segera disahkan agar, masyarakat hukum adat memiliki kedudukan hukum yang jelas. Tujuannya karena masyarakat hukum adat juga berhak mengelola wilayahnya sendiri sesuai dengan nilai-nilai adat, tanpa takut di kriminalisasi. Selain itu, penting juga untuk membuat bagaimana proses pengakuan masyarakat adat ini mudah dan sederhana. Tidak seperti saat ini yang ribet, dan harus lewat Peraturan Daerah (Perda), verifikasi panjang, dan pengakuan dari kementrian.
Rancangan Undang-Undang ini akan memuat 12 hak dasar masyarakat hukum adat, yang di dalamnya mencakup hak atas tanah, sumber daya alam, hukum adat, spiritualitas, lingkungan, hingga perlindungan terhadap perempuan adat dan pengetahuan tradisional. Saya sangat prihatin dengan nasib masyarakat hukum adat yang hingga kini belum mendapatkan hak-hak nya. Padahal mereka adalah penjaga dari tanah air kita. Pemerintah dan DPR harus berhenti membuat janji-janji tanpa tindakan. Sudah bertahun-tahun masyarakat adat menunggu akan hak-hak nya yang tertunda yang secara tidak langsung negara tidak peduli akan perampasan hak-hak masyarakat adat, kriminalisasi yang semakin meluas, dan konflik agama yang semakin parah. Saya mengajak semua pihak. Termasuk generasi muda, untuk lebih peduli dan paham isi masyarakat adat. Fokus kita tidak hanya pada pembangunan fisik tetapi, melupakan fondasi budaya dan keadilan sosial yang menjadi bagian penting dari pembangunan itu sendiri.
Masyarakat hukum adat juga aset bangsa. Mereka bukan beban, tapi penjaga nilai-nilai luhur dan keseimbangan lingkungan. Sebagai bentuk perlindungan, penghormatan, dan pengakuan atas hak-hak mereka. Rancangan undang-undang harus sesegera mungkin disahkan. Jika suatu negara ingin di sebut adil, maka langkah nyata nya adalah menjamin bahwa setiap warga mendapatkan tempat yang setara dalam hukum dan kebijakan. Sekarang saatnya kita buka mata, buka hati, dan beri ruang yang berkeadilan bagi mereka yang selama ini hidup paling dekat dengan tanah, hutan, dan alam indonesia. (**)
















