Salah satu kisah romantis Nabi Muhammad dan Khadijah adalah saat lamaran. Dengan keyakinan dan ketulusan, ia mengutus seseorang untuk menyampaikan keinginannya menikah dengan beliau. Saat lamaran berlangsung, Khadijah dengan penuh keberanian menyatakan sendiri pernikahannya, bahkan memberikan mahar dari hartanya sendiri.
Abu Thalib, yang mewakili Nabi Muhammad, mengumumkan bahwa Khadijah menerima lamaran tersebut dan menyerahkan maskawin berupa 20 unta betina serta 40 ekor kambing. Meski beberapa orang Quraisy heran dengan keputusan Khadijah, Abu Thalib menegaskan bahwa seorang pria sejati tidak menilai pernikahan dari mahar yang tinggi.
Setelah itu, diadakan walimah, dan Rasulullah SAW pun memulai kehidupan rumah tangga bersama Khadijah, istri yang penuh cinta dan pengorbanan.
Ini adalah kisah mengharukan Siti Khadijah. Sebagai muslim pertama, Siti Khadijah dengan setia mendukung dakwah Rasulullah SAW. Meskipun ia seorang saudagar kaya, ia tetap rendah hati, menjadi makmum bagi suaminya, serta selalu memberikan ketenangan dan solusi di saat sulit. Khadijah membuktikan bahwa keimanan dan peran perempuan dalam Islam tidak terbatas.
Ia menggunakan hartanya untuk membantu perjuangan Nabi, menjadikannya teladan dalam pengorbanan dan keteguhan iman. Kesetiaannya menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran besar dalam menyebarkan kebaikan dan mempertahankan keyakinan.
Siti Khadijah adalah sosok dermawan yang tidak pernah menghitung atau mengeluhkan harta yang ia keluarkan demi perjuangan Rasulullah SAW. Ia mengorbankan seluruh kekayaannya untuk mendukung dakwah Islam, tanpa ragu atau pamrih. Meski secara fisik kehidupannya tampak semakin sederhana, jiwanya justru dipenuhi kebahagiaan. Ia melepaskan kemewahan duniawi demi meraih keindahan ukhrawi.
Khadijah dengan tulus menyediakan rumahnya sebagai pusat dakwah, mengantar makanan untuk Nabi, serta memberikan ketenangan saat beliau cemas setelah pertama kali bertemu Malaikat Jibril. Ia juga membiayai perjuangan Rasulullah, bahkan saat kaum Quraisy memboikotnya. Pengorbanan dan kedermawanannya terus berlanjut hingga akhir hayatnya, menjadikannya teladan bagi seluruh umat Islam.
Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, wafat pada usia 65 tahun, saat usia Rasulullah sekitar 50 tahun. Kisah wafatnya Siti Khadijah ini tepatnya pada 11 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah. Beliau menghembuskan nafas terakhir di pangkuan Rasulullah SAW. Selama 25 tahun pernikahan mereka, Nabi Muhammad tidak menikah dengan wanita lain hingga wafatnya Khadijah.
Begitulah kisah Nabi Muhammad dan Siti Khadijah. Wafatnya Khadijah menjadi duka mendalam bagi Rasulullah, menandai tahun tersebut sebagai ‘Amul Huzni (tahun kesedihan). (**)












