Sebagai contoh, sejak kebijakan Operating Holding yang sudah berjalan beberapa taÂhun belakangan, kehadiran PT Semen Padang sangat kurang dirasakan masyarakat. Sektor UMKM lesu, kontraktor local terabaikan, bahkan kondisi ekonomi Sumbar menjadi meÂroÂsot tajam.
Tak hanya di Sumbar saja, masyarakat Sulawesi Selatan pun juga kelimpungan dengan menurunnya kinerja PT Semen Tonasa. Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Ismail Bachtiar saat RDP deÂngan SIG.
Kebijakan sentralisasi terÂsebut dirasa sangat merugikan masyarakat Sumatera Barat, karena keterbatasan kuasa dari manajemen PT Semen Padang, yang tidak bias bergerak leluasa dalam mengambil keputusan dalam membantu masyarakat. Selain itu juga akibat dari kebijakan sentraÂlisasi ini, membuat strategi dalam memasarkan produk PT Semen Padang menjadi tidak berjalan efektif.
Salah Kaprahnya Strategi Pemasaran
Salah satu contoh kecil kebijakan pemasaran yang dikeluhkan konsumen adalah ketika harga satu sak semen di Kota Padang Rp 78.000 hingga Rp 80.000 terlalu mahal. Sementara harga semen pesaing seÂperti Indocement berada di harga Rp 71.000, Semen Garuda serta Semen MerahPutih pada hargaRp 66.000. Bahkan Semen Conch dan Siam Cement lebih murah lagi, sehingga hal ini pernah diprotes keras Anggota DPR RI Andre Rosiade, karena menerapkan preÂdatory pricing.
Masyarakat pun berpikir kenapa harga Semen Padang lebih mahal dari kompetitor, sementara keberadaan pabrik semen sangat dekat. Hal ini tentu menjadi stigma negative bagi perusahaan semen kebanggaan masyarakat Sumbar sendiri.
Meskipun secara kualitas, Semen Padang bukan tandingan semen lain, namun jomplangnya harga semen membuat masyarakat berpikir dua kali membeli produk Semen Padang. Nah kami memandang strategi pemasaran seÂperti ini salah kaprah. Sehingga membuat merk Semen Padang bias perlahan ditinggalkan oleh masyarakat.
Kritik pedas Andre Rosiade di Parlemen Nasional terkait strategi pemasaran SIG pun juga berkali kali disampaikan. Pasalnya kinerja SIG secara keseluruhan menurun drastic dari tahun ke tahun. Bahkan dengan bahasa skeptis Andre menyampaikan, jika hak ini terus dilakukan, bisa-bisa pabrik Semen Padang menjadi besi tua dan menjadi museum saja
Berdasarkan data yang dimiliki Andre Rosiade saat RDP dengan SIG Desember 2024, kinerja Indocement di kuartaltiga 2024 bisa dapat penjualan di angka Rp621 miliar dengan kiln semen sebanyak 12 buah. Lalu semen Merah Putih yang punya 2 kiln semen bias membukukan Rp252 miliar. Sementara itu SIG dengan 23 kiln semen hanya mampu membukukan penjualan Rp 218 miÂliar.
Harus Terapkan Strategic Holding
Tidak ada cara lain, kami meminta agar Kementerian BUMN segera mengubah kebijakan Operating Holding menjadi starategic holding. Karena tantangan 2025 industri persemenan nasional semakin taÂjam. Diperkirakan demand semen menurun.
Kebijakan penghematan yang dilakukan Presiden Prabowo danWapres Gibran, membuat anggaran proyek pembangunan infrastruktur pemerintah menjadi berkurang pula. Anggaran infrastruktur terbesar biasanya berada di Kementerian PUPR dengan rata-rata lebih dariRp 100 miÂliar pertahun, kini di 2025 haÂnya Rp 50 triliun saja.
Berikan kesempatan Semen Tonasa, Semen Padang, Semen Baturaja, Semen Gresik, SBI (Solusi Bangun Indonesia) menentukan pasar, karena mereka tahu pasarnya, tahu cara mengelola distributornya. Dengan strategic holding, perusahaan induk cukup menetapkan KPI dan SOP, sementara anak perusahaan biÂsabergerak lebih maksimal dan gesit.
Masyarakat juga perlu berÂsama sama membangÂkitkanÂkembali marwah PT Semen Padang ini, agar kesejahteraan masyarakat kembali meningÂkat. (*)




















