Wakil Ketua Komisi C, Febriadi, menegaskan bahwa pihaknya akan mengupayakan tambahan anggaran agar pengelolaan IPLT lebih maksimal.
“Kami akan berusaha mendorong agar sistem pengolahan limbah ini bisa lebih modern dan efisien. Jika anggaran memadai, tentu layanan kepada masyarakat akan semakin optimal,” ujarnya.
Selain membahas peningkatan kapasitas IPLT, Komisi C juga mengulas aspek lingkungan dan pemanfaatan hasil pengolahan limbah. Beberapa daerah seperti Depok dan Bogor dinilai memiliki sistem IPLT yang lebih maju, sementara Payakumbuh mengadopsi metode dari Lamongan dalam pemanfaatan pupuk hasil olahan limbah.
Namun, karena perbedaan pola konsumsi, pupuk tersebut masih direkomendasikan untuk tanaman hias dan belum digunakan untuk tanaman pangan. Anggota Komisi C, Dahler, menekankan bahwa pengelolaan IPLT harus lebih inovatif agar dapat memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat. Ia juga berharap peningkatan fasilitas dan peralatan dapat segera terealisasi. “Kami ingin melihat IPLT ini berkembang menjadi sistem yang lebih modern dan berdaya guna bagi masyarakat. Tidak hanya dalam hal sanitasi, tetapi juga dalam pemanfaatan limbah yang lebih maksimal,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Payakumbuh, Marta Minanda, menjelaskan bahwa sistem septik tank dengan pipa yang sudah ada sejak 1997 belum berfungsi secara optimal. Usulan pengembangan telah diajukan sejak 2017, namun hingga kini masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal anggaran. “Kapasitas yang ada saat ini sudah tidak mencukupi untuk melayani kebutuhan sedot tinja masyarakat. Tahun ini, kami mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kapasitas dari 15 meter kubik menjadi 30 meter kubik agar layanan dapat berjalan lebih optimal,” pungkasnya. (uus)




















