“Alhamdulillah, saya banyak bertemu orang baru dan mendapatkan kenalan dengan berdagang buku buku ini. Kadang kalau hujan, dagangan sepi. Ada juga panitia yang tidak menyediakan tempat untuk pedagang. Tapi semua itu bagian dari perjuangan, dan saya nikmati,” ujarnya dengan senyum penuh kesabaran.
Irfan bukanlah nama aslinya. Ia lahir sebagai Daniel di Toraja, dalam keluarga Protestan. Ketika ibunya meninggal dunia saat ia baru berusia empat tahun, Daniel diasuh oleh bibinya yang seorang mualaf.
Bibinya tak hanya merawat, tetapi juga mengenalkan Islam hingga ia mengganti namanya menjadi Irfan Rifai.
Namun, perjalanan keimanannya tak selalu mulus. Saat SMA, Irfan sempat menjadi ateis, mempertanyakan banyak hal tentang agama. Tapi, hidayah Allah kembali membawanya ke jalan Islam. Sejak saat itu, ia bertekad menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya
Dalam perjalanan usahanya, ia pernah membuka usaha laundry, tetapi bisnis itu tak bertahan lama. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk berdagang buku agama.
Selain itu, Irfan juga menjual baju koko dan parfum di berbagai acara pengajian. Adapun yang membuatnya tetap semangat berjualan buku-buku agama ini lantaran terdapat jalan dakwah.
“Dengan berdagang buku agama, saya berharap bisa jadi bagian kecil dari upaya menyebarkan kebaikan. Mungkin saya bukan ustaz, tapi buku-buku ini bisa menjadi jalan hidayah bagi orang lain. Itulah yang membuat saya terus melangkah,” tuturnya. (rmd)




















