Charles menambahkan, pemahaman yang jelas dapat mengurangi kerugiaan masyarakat bila mendapat uang palsu saat bertransaksi.
“Kalau perlu ada upaya jemput bola yang dilakukan BI. Kasihan kalau masyarakat kecil yang menerima uang palsu. Mungkin buat yang berkecukupan uang Rp 100 atau Rp 50 ribu tidak seberapa, tapi buat mereka yang kekurangan kan itu besar sekali,” ungkap Legislator dari dapil Jawa Timur IV itu.
Oleh karena itu, Charles mengimbau masyarakat untuk terus mewaspadai peredaran uang palsu dengan selalu melakukan metode 3D saat menerima uang fisik seperti yang dianjurkan oleh Bank Indonesia. Metode itu adalah dilihat, diraba, dan diterawang.
Adapun, metode dilihat bahwa terdapat benang pengaman seperti dianyam pada uang dan akan berubah warna bila dilihat dari sudut pandang tertentu. Sementara, diraba terdapat hasil cetak akan terasa kasar pada gambar pahlawan, burung Garuda, dan nilai nominal serta pada kode tuna netra (blind code) berupa pasangan garis di sisi kanan dan kiri uang.
Lalu, diterawang memperlihatkan tanda air atau watermark berupa gambar pahlawan dan Electrotype berupa ornamen pada pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 dan gambar saling isi atau rectoverso dari logo Bl yang dapat dilihat secara utuh apabila diterawangkan ke arah cahaya.
“Perlu diadakan pula edukasi terutama bagi pekerja-pekerja yang sehari-harinya berhubungan dengan transaksi jual-beli seperti pedagang dan kasir-kasir. Berat sekali bagi para kasir kalau sampai dapat uang palsu karena mereka harus mengganti dengan uang pribadi,” pungkas Charles. (jpg)
