Dalam kasus Yos Suprapto, Usman menduga, masalah pembatalan pameran itu terjadi berkaitan dengan tema sentral yang diangkat, yakni tanah dan kedaulatan pangan.
Ia melihat, lukisan milik Yos Suprapto ini menjadi semacam penjembatan atau lidah dari masyarakat yang hak-haknya terpinggirkan oleh pembangunan yang haus dengan tanah, lapar tanah, dan tidak ramah lingkungan.
“Nah sampai di titik ini, sebenarnya ekspresi artistiknya Yos bukan sekadar ekspresi keindahan seni, tapi sesuatu yang bersifat etik. Jadi bukan lagi artistik, bukan lagi estetik, tapi sudah masuk dalam dimensi etik dalam bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat,” ujar Usman.
Usman menyebut, ada kritik dari Yos Suprapto tentang negara yang tidak beretika di dalam mengelola tanah untuk masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat tidak mempunyai kedaulatan atas tanahnya itu.
“Saya kira ini peringatan buat masyarakat kita, bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini memang sedang dalam keadaan bahaya,” pungkas Usman. (jpg)




















