Ia menyebutkan sudah semestinya adat, kebudayaan dan bahasa bisa masuk sistem pendidikan sekolah, agar kebudayaan terus bisa diwariskan kepada generasi muda.”Bagaimana nantinya adat budaya dan bahasa bisa membentuk kepada akhlak, budi pekerti,” sebutnya.
Bahas Masalah Agraria
Pembahasan terkait agraria juga mencuat dalam kegiatan ini. Salah satunya tanah ulayat yang cenderung menjadi persoalan terkait kepemilikan dan pemanfaatannya.
“Melalui bimtek ini, kita membekali ninik mamak. Sehingga apabila terjadi persolan apapun, termasuk soal tanah, ninik mamak menjadi orang yang menguasai permasalahan. Setelah bimtek ini akan kita sertifikasi dan ninik mamak inilah yang menjadi saksi ahli apabila terjadi persoalan hukum,” sebut Fauzi Bahar.
Fauzi Bahar juga menyoroti masalah pembangunan jalan tol yang juga berkaitan dengan pembebasan lahan. Ia menyebutkan pembangunan jalan tol di Sumbar lebih lamban dibandingkan dengan Provinsi Riau. “Ketika ada pembahasan tol, ada satu bidang tanah yang diklaim oleh 20 kelompok,” sebutnya.
Fauzi Bahar juga menyebutkan, saat ini negara memiliki program percepatan sertifikasi tanah. Ia mengimbau seluruh pihak, terutama ninik mamak bisa mendorong masyarakat mempercepat proses sertifikasi tanah. Hal ini bertujuan untuk me nekan potensi konflik.
“Hari ini negara membuat target 3 juta hektar sertifikasi tanah. Tanah yang tidak bersertifikat tentu rawan persoalan. Negara juga menfasilitasi sertifikasi bagi tanah komunal tanah suku, yang tidak makan jual, tidak makan gadai,” sebutnya.
Bimtek selama tiga hari tersebut menghadirkan narasumber Kepala Dinas kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin, Pengurus LKAAM Sumbar, Ibrani, SH, MH Datuak Rajo Tianso, Kepala Pengadilan Tinggi diwakili Hakim Tinggi, Asmuddin, SH, MH Datuak Rajo Tumangguang, Kapolda Sumbar diwakili Dirreskrimum, Kombes Pol Andry Kurniawan, S.IK, M. Hum, Kajati Sumbar diwakili Koordinator Pidsus, Tasjrifin Muljana Abdul, SH, MH dan Akademisi Prof. Dr. Zefrizal Nurdin, SH, M.Hum.(**)
















