“Untuk mewujudkan SRA, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Setiap pihak memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak-anak,” katanya lebih lanjut.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Provinsi Sumatera Barat Efri Syahputra, menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi multisektoral dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. Menurutnya, kekerasan di sekolah tidak hanya berdampak pada korban, namun juga pada lingkungan belajar secara keseluruhan.
“Kekerasan di satuan pendidikan adalah masalah serius yang harus kita atasi bersama. Tidak hanya melibatkan pihak sekolah, tetapi juga pemerintah, keluarga, dan masyarakat,” ujar Efri.
Efri menjelaskan bahwa kekerasan di sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, verbal, hingga seksual. Dampak dari kekerasan ini sangat luas, mulai dari trauma psikologis, penurunan prestasi belajar, hingga putus sekolah.
Untuk mengatasi masalah ini, Efri menyoroti pentingnya peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). “TPPK memiliki peran yang sangat krusial dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan di sekolah. Mereka harus bekerja secara proaktif dan responsif terhadap setiap laporan yang masuk,” tegasnya.
Efri juga menekankan pentingnya dukungan emosional dan sosial bagi siswa yang menjadi korban kekerasan. “Korban kekerasan membutuhkan dukungan yang kuat untuk dapat pulih kembali. Oleh karena itu, sinergi antara sekolah, keluarga, dan konselor sangat penting,” tambahnya.
Sementara, DP3AP2KB Sumbar, telah melakukan sosialisasi SRA di sejumlah sekolah. Salah satunya di Pasaman Barat pada 7 November 2024 di Aula DPPKBP3A Pasaman Barat. Jumlah peserta 80 peserta. Setiap sosialisasi menghadirkan narasumber berkompeten di bidangnya. (fan)
