Bukit Surantih diduga kubah lava dari Gunung Api Bukit Padang Bungo yang berumur Pleistosen, skitar 60 juta – 70 juta tahun yang lalu.
Kawasan Surantiah dan sekitar diperkirakan sudah ada peradaban masa pra-sejarah, neolitik. Budaya peladangan, 3.500 tahun yang lalu – pertengahan holosen untuk budidaya umbi-umbian.
Berdasarkan analisis fisik secara makroskopis, bentukan alam berupa columnar joint berbahan andesit-basaltik yang terdapat di Bukit Surantih sejak dahulu sudah digunakan sebagai batu nisan di makam para syekh dan pengikutnya serta dimanfaatkan oleh masyarakat sejak abad ke-17 M di sekitar Padangpariaman sebagai nisan.
Tradisi “Batagak Batu Nisan” memanfaatkan batu mejan dari Bukit Batu Mejan di Padangpariaman merupakan cerminan dari kekayaan budaya dan spiritual masyarakat Minangkabau.
Sampai saat ini didapat hipotesis bahwa kawasan geologi columnar joint Surantih memiliki keterkaitan budaya dengan area pemukiman di sekitarnya sejak berabad-abad yang lalu dan kemungkinan sejak masa prasejarah karena ditemukan pula alat-alat batu pada aliran sungainya, artefak berupa alat serut adalah produk budaya yang sudah muncul semenjak prasejarah yaitu masa neolitik.
Daerah Bukik Paladangan Korong Surantiah Nagari Lubuk Alung mempunyai beberapa potensi biodiversitas yang penting dari sisi pelestarian keanekaragaman hayati. Sehingga perlu dilakukan upaya kajian lebih jauh untuk mendapatkan data yang lebih langka sehingga bisa disusun suatu rencana pengelolaan yang baik. Keterhubungan daerah ini dengan hutan lindung dan kawasan konservasi SM Barisan, memungkinkan daerah ini juga menjadi perlintasan satwa liar penting lainnya.
Temuan batuan columnar joint pada penambangan di Korong Surantih Nagari Lubuk Alung, Kabupaten Padangpariaman sangat penting bagi studi geologi, arkeologi, biodiversity, budaya dan tradisi dan merupakan bagian lanskap budaya. (efa)
