PDG. PARIAMAN, METRO–Tradisi bungo lado yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda milik Padangpariaman oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makariem pada tanggal 23 Oktober 2023, menjadikan bungo lado sebagai warisan budaya tak benda milik (WBTB) masyarakat Padangpariaman.
Ritual adat suatu kelompok masyarakat merupakan ungkapan perasaan tertentu yang berhubungan dengan bermacam-macam peristiwa yang dipandang penting bagi kelompok masyarakat. Peristiwa-peristiwa tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk yang terstruktur dengan norma dan etika tertentu. Bentuk ungkapan yang muncul sewaktu melaksanakan ritual upacara tersebut juga bermacam-macam, sesuai dengan kepercayaan dan tradisi yang sudah dijalani secara turun temurun.
Peristiwa hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau lebih dikenal Maulid Nabi yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriah, kerap dirayakan umat Islam dengan berbagai cara. Beragam budaya yang terdapat di Indonesia, membuat setiap daerah memiliki tradisi tersendiri untuk memperingati Maulid Nabi. Ungkapan cinta kepada nabi diluapkan dengan ekspresi beragam. Di berbagai daerah di Indonesia, Maulid Nabi diselenggarakan dengan beragam kegiatan yang bersentuhan dengan tradisi dan budaya setempat.
Di Kabupaten Padangpariaman dan sekitarnya, salah satu tradisi unik untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah tradisi bungo lado. Peristiwa ini merupakan peristiwa penting untuk menggambarkan kebahagiaan masyarakat atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang kemudian dijadikan wadah untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan (infak) seperti contoh mengumpulkan sejumlah uang yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana ibadah.
Tradisi bungo lado ini hadir hampir disetiap korong dan nagari di Kabupaten Padangpariaman. Uang yang digunakan dalam bungo lado ini adalah iuran masyarakat sekitar korong/jorong di nagari. Tradisi ini merupakan salah satu euforia masyarakat dalam menyambut hari lahirnya Nabi besar Muhammad SAW.
Kebiasaan unik dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Dari hasil wawancara dengan pemuka adat MZ Datuak Bungsu, Bungo Lado atau yang berarti bunga cabai, merupakan pohon hias yang berdaunkan uang atau yang biasa disebut juga pohon uang. Uang yang ada di pohon tersebut kemudian dirajut/dipasangkan pada sebuah ranting layaknya daun. Nominal uang yang dipasangkan di ranting tersebut mulai dari nominal Rp1.000 sampai Rp100.000 yang didapatkan dari sumbangan masyarakat. Uang yang terkumpul di pohon bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta rupiah setiap pohonnya. Uang yang dihasilkan pada setiap pohon tersebut kemudian disumbangkan ke Mesjid tempat pelaksanaan kegiatan Maulid Nabi tersebut dan digunakan untuk kesejahteraan Mesjid seperti pembangunan dan lain sebagainya.
“Hadirnya tradisi bungo lado ini, sebuah praktisi masyarakat di Padangpariaman untuk merepresentasikan kepercayaan (budaya Islam) dalam sebuah tradisi budaya. Hal ini penulis ungkap melalui beberapa fakta yang dapat dilihat dari prosesi-prosesi tradisi tersebut serta landasan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan tradisi,” ungkap MZ Datuak Bungsu, .
Dikatakan MZ Datuak Bungsu,, hadirnya berbagai tradisi Bungo Lado pada acara Maulid Nabi di Kabupaten Padangpariaman merupakan bentuk kegembiraan dan kecintaan yang diekspresikan sedemikian rupa oleh masyarakat kepada Allah SWT. Aktivitasaktifitas tersebut tidak hanya sekedar formalitas atau seremonial belaka. Momentum maulid menjadi sarana untuk memahami nilai atau makna yang terkandung di dalamnya.
“Bungo lado merupakan ranting pohon yang didekorasi dengan sedemikan rupa dan menjadikan uang sebagai daun rantingnya. Uang-uang tersebut dikumpulkan dari sumbangan masyarakat. Biasanya, sumbangan ini dikumpulkan dari setiap korong di nagari yang melaksanakan kegiatan kerohanian seperti peringatan Maulid Nabi,” katanya.
