PADANG, METRO – Jelang pesta demokrasi 2019, beragam trend kampanye digencarkan oleh tim sukses partai politik dan tim pemenangan. Salah satunya adalah, praktek politik uang atau pembagian hadiah demi kepentingan kampanye. Tidak adanya aturan yang tegas dituding jadi penyebabnya.
Pengamat Politik dari Unand, Edi Indrizal minta penyelenggara pemilu membuat ketentuan yang jelas mengenai politik uang. Apalagi tahun ini bakal diselenggarakan agenda Pileg dan Pilpres yang masih rawan sogokan uang.
“Persoalan yang selalu mencuat selama ini pada pelaksanaan pemilu lebih karena tidak adanya aturan yang jelas dan tegas tentang money politic. Kita harus serius membuat jera dari kasus politik kardus ini,” kata Edi, Rabu (13/3) saat dihubungi.
Edi memandang, selama ini belum ada aturan yang spesifik soal larangan politik uang guna kepentingan kampanye. Makna dari politik uang tersebut juga masih belum jelas. Dia menginginkan, regulasi tersebut dibuat oleh penyelenggara pemilu.
“Tidak pernah disebutkan kalau ngasih jilbab ke masyarakat ini money politic? Kan tidak begitu. Ngasih sembako ini money politic atau tidak? Tidak ada kan. Sehingga rentan dimanipulasi,” ujar Edi.
Edi menerka, banyak pihak yang memberikan sumbangan demi kepentingan politiknya. Meskipun bukan berbentuk uang, seharusnya penyelenggara pemilu benar-benar bisa mencermati. Mereka harus memastikan setiap bentuk pemberian yang dibagikan caleg kepada publik.
“Persoalan krusial yang lebih prioritas dituntakan adalah mencegah terjadinya politik uang. Jika hal itu tidak diatur dengan jelas penyelenggara pemilu, maka kita tidak dapat berharap banyak akan terjadi perubahan,” ucap Edi.
Namun menurut Edi, upaya mengurangi praktik politik uang sebenarnya tidak hanya tugas penyelenggara pemilu. Tetapi, masyarakat juga diharapkan menolak menerima pemberian uang dari tim pemenangan untuk memilih salah satu pasangan calon. “Masyarakat harus cerdas, tolak berapa pun jumlah uang maupun barang yang diberikan, Sudah seharusnya masyarakat berfikir secara rasional,” tutur Edi.
Maka dari itu pula, Edi mengingatkan kembali agar semua pihak diminta mewaspadai praktik politik uang yang kemungkinan dilakukan tim sukses dan tim pemenangan. Sebab, money politic ditengarai sering dilakukan oleh tim dari masing-masing calon saat mendekati pemungutan suara.
“Terlebih saat ini juga berbarengan dengan pileg maka akan menjadi pemasok terbesar dari politik uang. Karena, di dalam pileg banyak calon yang bersaing dibanding yang lain. Maka gak heran politik uang sangat besar terjadi ketika Pileg,” tukas Edi.
Sementara, Pengamat Politik dari UNP, Eka Vidya Putra menilai, pemilu serentak di Sumbar masih berpeluang diwarnai politik uang. Hal itu melihat struktur sebagian masyarakat yang masih berpendidikan menengah ke bawah. Sehingga keingintahuan untuk memahami aturan dan larangan pemilu tidak begitu antusias.
Menurut Eka Vidya, juga dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan di suatu daerah. Semakin banyak masyarakat ekonomi menengah ke bawah, maka potensi politik uang semakin besar. Kendati demikian, jelas dia, ada pula pengaruh dari elit politik serta perilaku peserta pemilu.
“Jika peserta pemilu memiliki niat baik untuk menutup perilaku politik uang, maka hal itu tidak terjadi, Kalau peserta pemilu melihat kondisi masyarakat yang ada sebagai beban yang harus diperbaiki ke depan, maka tidak akan terjadi politik uang,” kata Eka. (mil)