PESSEL, METRO – Pemerintah Pusat terus mengurangi jumlah rumah tidak layak huni di Indonesia, salah satunya melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang dikenal dengan istilah bedah rumah. Salah-satu program primadona yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakilnya Jusuf Kalla (JK) ini, sangat dirasakan langsung manfaatnya masyarakat. Khususnya warga yang sudah lama memimpikan rumah huni.
Salah satu warga Sumatera Barat yang merasakan langsung program bedah rumah tersebut adalah Dedi Nofriadi (40) bersama dengan istrinya Dasma Reni (37). Wajah mereka begitu berseri-seri saat melihat rumahnya yang sudah hampir rampung pembangunannya.
Awalnya pasangan suami istri yang dikaruniai 3 orang anak yang juga merupakan warga Kampung Tabiang Indah, Kanagarian Pasar Baru, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan ini, tidak pernah membayangkan bakal bisa membangun rumah. Namun, dengan adanya program bedah rumah dari pemerintah pusat yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, kini, keluarga mereka telah mendapatkan rumah yang layak huni.
Rumah yang mereka tinggali selama ini sudah banyak yang lapuk. Dinding rumahnya yang terbuat dari papan dimakan rayap dan tidak lagi kuat karena bolong-bolong. Kondisi itu terkadang membuat mereka kedinginan di malam hari karena begitu mudah angin masuk melalui celah-celah dinding. Apalagi pada saat musim penghujan.
Dedi Nofriadi mengatakan bisa mendapat bantuan bedah rumah adalah merupakan rezeki yang luar biasa bagi keluarganya. Sebagai nelayan kecil, dirinya yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak pernah membayangkan bakal bisa membangun rumah yang parmanen.
Dia juga menceritakannya bagaimana kehidupan keluarganya selama ini dengan ekonomi serba terbatas. Meski mereka punya rumah namun untuk listrik mereka masih numpang dari tetangganya. Begitu juga untuk mandi juga numpang ke sumur tetangga yang lokasinya berada di belakang rumah.
“Penghasilan kadang dapat dan kadang tidak. Saetiap hari harus bercucur keringat mencari nafkah mencukupi kebutuhan makan sehari – hari,” ungkapnya.
Anaknya yang pertama bernama Abil Pratama (15) saat ini sudah kelas III SMP, sementara anak kedua Abel (11) masih SD, sedangkan yang kecil Arfel masih berusia dua tahun. Mereka hidup dengan keterbatasan ekonomi di saat teman seusia mereka hidup dengan segala ketercukupan.
“Dalam satu bulan penghasilan yang mereka dapatkan ditaksir hanya sekitar Rp.400-500 ribu. Dengan cara menghemat biaya sehari-hari, pengahasilan yang mereka dapatkan itu disisihkan untuk kebutuhan anak-anak sekolah,” kata Dedi Nofriadi.
Melalui program Program Desa Tertinggal dari pemerintah pusat, rumah mereka pun akhirnya dibedah. Rumah permanent yang sudah berdiri kokoh tentu akan menjadi tempat berteduh yang layak untuk ditinggali. Tak perlu lagi numpang listrik atau numpang mandi ke rumah tetangga.
Dia juga mengucapkan terimakasih kepada kepada pemerintah pusat, dan juga kepada presiden yang begitu memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat bahwa. Dia juga berharap program bedah rumah tersebut tetap ada sehingga jumlah masyarakat yang memiliki rumah tidak layak huni terus berkurang.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu juga mengatakan, tahun 2019, program BSPS ditargetkan dapat menjangkau sebanyak 206.500 unit rumah tidak layak huni melalui dua kegiatan yakni peningkatan kualitas rumah sebanyak 198.500 unit dan pembangunan baru 8.000 unit. Total anggaran program rumah swadaya dalam APBN 2019 sebesar Rp 4,28 Triliun.
“Hal ini merupakan bukti nyata bahwa Pemerintah hadir dalam penyediaan hunian yang layak bagi MBR. Kami harapkan dapat meningkatkan kualitas hidup para penerima bantuan memiliki rumah yang lebih layak, sehat dan nyaman,” katanya.
Untuk lebih meningkatkan kualitas program BSPS sendir telah diterbitkan Keputusan Menteri PUPR No. 158 tahun 2019 yang menaikan besaran nilai BSPS. Kenaikan dana BSPS untuk dua kategori yakni Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya (PKRS) dan Pembangunan Rumah Baru Swadaya (PBRS).
Untuk PKRS dibagi dua kategori yakni di provinsi sebelumnya Rp 15 juta menjadi Rp 17,5 juta yang terdiri dari komponen bahan bangunan Rp 15 juta dan upah kerja Rp 2,5 juta. Kemudian PKRS khusus pulau-pulau kecil dan pegunungan di Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi Rp 35 juta terdiri komponen bahan bangunan Rp 30 juta dan upah kerja Rp 5 juta. Sementara untuk PBRS dari semula Rp 30 juta menjadi Rp 35 juta terdiri dari komponen bahan bangunan Rp 30 juta dan upah kerja Rp 5 juta. (rio)


















