Untuk pemeriksaan histopatologi, kata Ade, sampel akan dikirimkan untuk diproses menjadi slide pemeriksaan di Laboratorium Patologi Anatomik FKUI RSCM. Sementara untuk pemeriksaan diatom, akan dikirim sampel di dua tempat laboratorium.
“Pemeriksaan diatom akan kami kirimkan sampelnya yakni Puslabfor Mabes Polri dan Laboratorium Forensik Universitas Airlangga Surabaya. Proses pemeriksaan laboratorium ini membutuhkan waktu. Karena sampel-sampel harus diproses dengan baik. Sampel-sampel juga didapatkan dari tubuh jenazah yang sudah mengalami pembusukan,” ungkapnya.
Terkait lama proses pemeriksaan sampel, Ade mengatakan, dari pengalaman memeriksa sampel postmortem di Laboratorium Patologi Anatomik FKUI RSCM biasa memakan waktu 2-4 pekan. Namun, tidak tertutup kemungkinan, proses pemeriksaan bisa lebih lama karena kondisi jenazah Afif sudah membusuk lanjut.
“Jadi, kapan kami bisa menyelesaikan hasilnya? Penghitungan terbaik kami setidaknya 4-5 minggu ke depan setelah hasil-hasil ini bisa kami peroleh,” kata dokter dari FKUI yang juga menjabat Wakil Ketua PDFMI ini.
Menurut Ade, pihaknya tidak bisa mengeluarkan pernyataan terlalu cepat soal temuan awal proses ekshumasi dan autopsi ulang. Sebab, kondisi tubuh korban sudah membusuk lanjut. Hal itu membuat apa yang ditemukan pada otopsi ulang ini sudah berbeda karena juga sudah mengalami autopsi pertama. Jenazah Afif dimakamkan pada 10 Juni lalu, sehari setelah kematian.
“Autopsi pertama mungkin akan bisa langsung menentukan sebab kematian dan mekanisme kematiannya. Pada kondisi ini, kami ingin lebih berhati-hati. Kami tidak ingin hanya cepat, tetapi utamanya buat kami ingin mencapai hasil yang tepat dan mampu kami pertanggungjawabkan secara keilmuan kedokteran forensik dan medikolegal,” ujarnya.
Ade menuturkan, autopsi ulang yang dilakukan terhadap jenazah Afif Maulana merupakan langkah pertama dari upaya investigasi kematian.
“Kenapa saya lakukan langkah pertama, karena pada jenazah ini yang sudah dikuburkan kurang lebih 2 bulan. Tentunya hal-hal yang kami temukan pada autopsi ulang ini harus ditindaklanjuti dengan berapa hal,” jelasnya.
Pertama, lanjut Ade, tim forensik juga akan melakukan pemeriksaan di lokasi ditemukannya jenazah Afif Maulana. Hal ini untuk melihat, mengukur dan analisa kondisi di lapangan.
“Kami butuhkan untuk bisa kami menganalisa efek atau pun geomekanika yang terjadi pada tubuh jenazah sehingga bisa kami analisis dengan tepat. Kedua, kami akan melakukan pemeriksaan pada dokumen, saksi-saksi yang sudah diberikan agar kami bisa dapat gambaran secara detail bagaimana kejadian itu dan nanti tentunya kami akan analisa apa yang kami temukan pada tubuh jenazah,” sambungnya.
Ade mengungkapkan dengan langkah-langkah ini, tim forensik mendapatkan gambaran yang lengkap tentang mekanisme terjadinya perlukaan di tubuh jenazah.
“Tentunya perlukaan apa yang terjadi di tubuh almarhum sehingga nantinya mekanisme kematiannya lancar, kematiannya pun bisa kita tegakkan dengan keilmuan forensik dan medikolegal yang sebaiknya,” tegasnya.
Dikatakan Ade, proses investigasi kematian Afif ini melibatkan 12 dokter forensik, termasuk dirinya. Ada lima dokter yang datang ke Padang untuk melakukan ekshumasi dan otopsi ulang jenazah.
Selain Ade, ada Rika Susanti dari Universitas Andalas, Sigit Kirana Lintang Bhima dari Universitas Diponegoro, Adriansyah Lubis dari Universitas Sumatra Utara, dan Baety Adhayati dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
:Jadi proses ini tidak hanya berakhir di autopsi ulang ini. Tapi juga pemeriksaan tadi. Dan tentu juga pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk menegakkan hal-hal yang kami dapat dari tubuh jenazah,” tutupnya. (brm)
