Atas kejadian tersebut, Budiman beserta istri berharap pendidikan di sekolah negeri hendaknya benar-benar gratis, tanpa adanya pungutan dalam bentuk sumbangan dan apapun judulnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah (Kepsek) MIN 1 Padang, Lilis Andriani mengaku sudah mengetahui perihal pungutan atau dialih bahasa kan menjadi sumbangan komite tersebut.
Namun Lilis berdalih dan mengatakan itu bukan paksaan dan uang tersebut diminta setelah anak-anak siswa baru dinyatakan diterima terlebih dahulu bersekolah di sekolah tersebut.
Lilis mengatakan, itu sebenarnya merupakan gawenya komite, dimana komite berkeinginan untuk memajukan sekolah.
“Mengetahui iya, tapi perannya komite sudah saya sampaikan untuk membangun pagar dan gerbang serta parkir, lalu di rancang RAB-nya (Rancangan Anggaran Biaya), dan di keluarkan didalam rapat komite dengan orang tua murid,” katanya.
Dia juga membantah hal tersebut dalam bentuk pungli, dengan mengatakan bahwa itu adalah sumbangan yang bersifat tidak mengikat.
“Namanya saja sumbangan, yang namanya sumbangan tentu tidak mengikat. Tidak ada ikatan. Kita tidak mengetahui dimana nya ada keterpaksaan dari wali murid,” katanya.
Sementara, Sekretaris Komite MIN 1 Padang, Abdul Hamid, yang juga berprofesi sebagai Polri, mengatakan pada saat proses PPDB tersebut, memang di tawarkan untuk pembangunan kanopi.
“Memang saat itu kita tawarkan, dimana kita akan membangun kanopi, yang anggarannya sekitar Rp. 300.000 permeter. Uang komite itu kita anggarkan minimal Rp200.000 hingga Rp500.000. Dengan anaknya sudah diterima di sekolah,” ucapnya.
“Kita tidak memaksa nominalnya berapa, tetapi kita tawarkan nominal paling sedikit berapa, yang awalnya dari Rp500.000 yang akhirnya nego-nego hingga kita ambil kesepakatan mulai dari Rp. 200.000 hingga Rp500.000 tersebut,” tukasnya. (brm)
