Setelah dilakukan observasi, kata AKP Fahrel Haris, Kepala Bidang UPTD P2TP2A Pasbar, atas nama Helfi Yerita melaporkan dugaan tindak kekerasan terhadap anak tersebut ke Polres Pasbar, sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/173/VII/2024/SPKT/Polres Pasaman Barat, tanggal 11 Juli 2024.
“Pada pukul 21.30 WIB penyidik Satuan Reskrim Polres Pasbar dipimpin oleh Kasat Reskrim AKP Fahrel Haris mendatangi dan melakukan pemeriksaan dan olah TKP. Selanjutnya penyidik berkoordinasi dengan Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sum bar untuk dilakukan autopsi pada jenazah korban,” ujar dia.
AKP Fahrel Haris menambahkan, pihaknya menindaklanjuti bersama paman korban bernama Dimas dan membawa jenazah korban untuk dilakukan autopsi oleh dokter forensik Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar didampingi penyidik dan Inafis Polres Pasbar pada Jumat (12/7).
“Dari hasil autopsi didapat keterangan lisan tentang penyebab kematian anak dan akan dikeluarkan secara tertulis hasil otopsi oleh tim forensik RS bhayangkara Sumbar yang memang diketahui adanya kekerasan pada tubuh korban,” katanya.
Ia menjelaskan setelah melakukan penyelidikan dan hasil atopsi maka tersangka diduga melakukan tindak pidana melakukan kekerasan terhadap anaknya dengan cara memukul anak menggunakan teko air, mencubit anak, menyulut badan anak dengan api rokok, mengigit dada dan bahu dan punggung korban.
“Serta mengangkat anak dengan kedua tangannya dengan posisi anak terlentang di tangannya dan menjatuhkannya ke lantai. Sehingga anak terjatuh telungkup di permukaan lantai keramik sehingga wajah dan dada terbanting di permukaan lantai mengakibatkan korban meninggal dunia,” kata dia.
Menurut AKP Fahrel Haris, pihaknya juga mengamankan barang bukti satu buah cangkir, satu helai baju kaos, satu helai kain handuk, satu helai baju kaos anak warna hitam, satu helai celana panjang anak warna putih, satu helai kain selimut motif bunga.
“Tersangka diancam pasal 80 ayat (3) dan ayat (4) Jo Pasal 76C Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Ancaman hukuman maksimal terhadap tersangka adalah 20 tahun penjara,” sebutnya. (end)
