Sayangnya, ketika performer Fabio Yuda melafalkan narasinya, suaranya yang dibantu dengan pengeras suara itu, tidak terdengar jelas. Hal ini terjadi kerusakan pada kabel wireless mikrofon yang putus terinjak massa yang semakin ramai. Ada beberapa kalimat penting yang putus dari pandangan penonton.
Bagian ketiga, tampak menggambarkan tentang situasi hari ini di Minangkabau. Situasi yang ditandai oleh seluruh performer yang berubah menggunakan pakaian plastic seperti mantel hujan. “Sisi lainnya, pakaian itu mengingatkan kita pada pakaian anti virus di masa Covid-19 lalu. Lalu gerakan para performer seperti gerakan-gerakan mekanis repetitif atau diulang-ulang, dengan masing-masing membawa bingkai. Ini menyimbolkan suatu kerangka yang memenjarakan setiap pergerakan,” tegasnya.
Lebih jauh, akhir pertunjukan ini ditandi oleh Deza Grecia yang seperti berdendang dengan sedih dan terperangkap dalam kerangka pikir yang dibawanya, hingga seluruh lampu panggung meredup dan pertunjukan pun berakhir.
Produksi pertunjukan Legaran Svarnadvipa ini secara keseluruhan melibatkan 89 performer dan crew yang dipimpin oleh Manager Produksi Erwi Sasmita, dengan Suci Purnama Sari, M. Riski dan Reva Della Elda Putri sebagai staff produksi.
Secara kreatif, Wendy HS sebagai sutradara juga dibantu oleh tim kerjanya yang terdiri dari Abdul Hanif sebagai asisten sutradaranya, Wardi Metro dan Ilham Kurniawan pada koreografi, Jumaidil Firdaus pada komposisi musikalnya.
Juga Hadi Botem Yusra dengan komunitas Primitif pada artistik, Ari Wirya Saputra untuk pencahayaan dan Ahmad Zaidi untuk sound system. Sementara itu ada Boy Oktavianus untuk penataan make-up dan kostum.
Selain itu, pertunjukan Leagaran Svarnadvipa ini juga melibatkan komunitas Lintau Ensamble dan Liok Project dari Lintau, juga dibantu komunitas Uda Uni Tanah Datar dengan sepasang Uda Uninya, yaitu Alfi dan Suci.
Pertunjukan Legaran Svarnadvipa ini dapat dijadikan cerminan suatu bentuk pilihan kreativitas di Sumbar ini punya potensi untuk dikelola sebagai suatu industri kreatif seni pertunjukan. Hal ini, menurut Wendy HS, sayangnya belum sepenuh hati dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan seni pertunjukan di Sumbar.
“Kita bisa lihat bagaiman respon penonton yang berada di lapangan Cindua Mato ini, tidak beranjak hingga akhir pertunjukannya. Ini bukti masyarakat butuh kemasan kreatif sebagai bentuk hiburannya, di tengah maraknya budaya gadget saat ini. Melalui momentum ini, memang sangat diharapkan dukungan pemerintah daerah untuk terus memfasilitasi kegiatan seperti ini,” ucapnya.
“Semoga ke depannya, kehadiran Bupati Tanah Datar, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, serta perwakilan Dinas Pariwisata Sumbar yang datang terlambat sekali itu, dapat menjadikan visi kebudayaan dan pariwisata di Sumbar saling bersinergi, membangun ekosistem seni pertunjukan lebih baik lagi,” harap Wendy.(rel/fan)
















