JAKARTA, METRO–Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI) mengapresiasi pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (KemenkoPerekonomian), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Pertanian (Kementan), yang telah terbuka dalam menyambut aspirasi terkait penolakan sejumlah pasal pengaturan tembakau pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 karena dinilai menekan keberlangsungan pekerja di industri tembakau.
“Untuk itu, kami sampaikan apresiasi kepada Kemenko Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kemenperin dan Kementan yang telah menerima aspirasi kami secara terbuka. Ke depannya, kami berharap kementerian terkait lainnya turut mendengarkanaspirasi kami. Selain itu, kami juga memohon kepadaPresiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menandatangani RPP Kesehatan sebelum adanya pelibatan pekerja industri tembakau dalam perumusannya,” kata Ketua Umum FSP RTMM–SPSI, Sudarto AS, melalui keterangan pers di Jakarta, Selasa (25/6).
Sebelumnya, FSP RTMM-SPSI menyesalkan sikap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kememkes) yang terkesan terburu-buru dalam merumuskan RPP Kesehatan tanpa adanya pelibatan serikat pekerja industri tembakau. Padahal, dampak dari isi RPP Kesehatan tersebutakan berakibat fatal terhadap nasib para pekerja di industri yang telah memberikan kontribusi besar terhadap pemasukan negara.
“Hingga kini, kami yang mewakili pekerja industri tembakautidak pernah dilibatkan, sehingga tidak tahu bentuk final dariaturan tersebut. Pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, di media juga mengkhawatirkan. Proses pembuatan RPP Kesehatan yang terjadi saat ini itu tidak transparan dan sembunyi-sembunyi. Kami sangat khawatir atas adanya pasal-pasal pengaturan tembakau yang mengarah kepada tekanan pelarangan total produk tembakau,” ujarnya.
Sudarto menegaskan pihaknya telah berupaya dan akan terusmenyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk meninjau kembali pasal-pasal terkait tembakau dalam RPP Kesehatan dan meminta pelibatan serikat pekerja tembakau dalam proses perumusan. Ia juga turut mengapresiasi sejumlah pihak yang telah memberikan ruang audiensi untuk mendengarkan pendapat serikat pekerja atas aturan kontroversi tersebut.
Sudarto mengatakan bahwa dalam audiensi kali ini, Kemenko Perekonomian dan Kemenaker turut menyampaikan pandangannya terkait partisipasi Kementerian terhadap penyusunan RPP Kesehatan, utamanya Kemenaker. Kedua Kementerian ini dipandang memahami potensi dan dampak besar yang akan terjadi apabila RPP Kesehatan disetujui tanpa melibatkan berbagai pihak terkait.
Sudarto menambahkan bahwa di kesempatan audiensi tersebutpihaknya juga berupaya menyampaikan aspirasi dari para pekerja secara langsung kepada Bapak Menteri Kesehatan atau perwakilan dari Kementerian Kesehatan, namun amatdisayangkan FSP RTMM-SPSI hanya diterima di ruang surat.
Sudarto melanjutkan bahwa serikat pekerja mempertanyakan urgensi pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan yang terkesan serampangan sekaligus mengancam keberlangsunganindustri tembakau beserta para pekerjanya. Padahal, aturan-aturan terkait tembakau sendiri sudah diatur secara komprehensif dalam PP 109 Tahun 2012.
“Regulasi dan kebijakan pemerintah terkait pengendalian industri tembakau perlu pendalaman masalah secara serius, sehingga tidak mengorbankan pihak-pihak yang terlanjur bergantung di dalamnya. RPP yang ketat bukan solusi. Petani,pekerja, pedagang yang terkait langsung dengan industri tembakau, maupun sektor usaha penunjang lainnya yang juga merupakan pihak yang masih membutuhkan adanya industri tembakau perlu mendapat perhatian serius dan mendapatan perlindungan dari pemerintah,” tegasnya. (jpc)
