“Birokrasi pelayanan pelabuhan di Indonesia masih rumit dan panjang karena melibatkan unit-unit layanan dari banyak pemangku kepentingan, swasta dan pemerintah, yang tidak terintegrasi. Sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal serta waktu layanan yang tidak pasti,” tegas Tessa.
Tessa mengutarakan, perlu adanya pengintegrasian semua layanan dari para stakeholder, yakni dengan utilisasi National Logistics Ecosystem (NLE). Ia menyebut, NLE merupakan ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen, sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang.
“Berorientasi pada kerja sama antarinstansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplikasi proses, penghapusan repetisi dan duplikasi, serta didukung sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem logistik yang telah ada,” urai Tessa.
Sebagaimana diketahui, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Situasi tersebut memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar Bulog sekitar Rp 350 miliar.
Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar. Namun, Sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar berkat bantuan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat kunjungan kerja ke pelabuhan. (jpg)
