PADANG, METRO – Awan ternyata bisa menjadi tanda akan terjadi sebuah gempa. Jika bentuk atau tipe awan tampak aneh dan tidak biasa, mungkin saja itu pertanda bahwa akan terjadi gempa.
Seperti yang terjadi di Sumbar, saat gempa Mentawai, Kamis (28/2). Sebelum gempa ternyata muncul awan tipe bergelombang, tidak lama muncullah gempa yang mengguncang Mentawai dan sekitarnya.
Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah Dinas ESDM Sumbar, Nuzuwir menjelaskan, ada sejumlah tanda peringatan akan munculnya gempa bumi yang digunakan peneliti untuk mengetahui datangnya gempa. Salah satunya, formasi awan yang aneh atau sering disebut dengan ‘awan gempa’, yang muncul seminggu, atau beberapa hari sebelum terjadinya gempa tersebut.
”Awan gempa biasanya muncul hanya sehari, kemudian menghilang sampai terjadi gempa. Rentang waktu antara munculnya awan dan gempa adalah satu hari hingga 23 hari,” kata Nuzuwir, Jumat (1/3).
Nuzuwir menjelaskan, awan gempa yaitu, awan yang dianggap sebagai pertanda akan terjadi gempa. Seperti, garis putih memanjang vertikal maupun melengkung dan salah satu ujungnya mengarah ke bumi sebagai penanda sebagai bakal datangnya gempa. Sebagai gejala alam, kemunculan awan gempa bisa dipahami dengan penafsiran arah sumber gempanya. ”Awan gempa ini ada berbentuk garis lurus seperti tali, bergelombang, hingga sisik ikan,” ujar Nuzuwir.
Mengenai terbentuknya awan gempa, menurut Nuzuwir, mirip dengan anomali perubahan medan magnet. Saat aktivitas di dalam kerak bumi meningkat akibat kenaikan temperatur, muatan listrik terpolarisasi, sehingga meningkatkan konduktivitas listrik dan medan magnet, yang kemudian menyebabkan terjadi perubahan medan magnet bumi.
”Maka kekuatan elektromagnet ini bisa saja awan gempa terbentuk karena ada awan yang tertarik suatu kekuatan besar ke arah bumi. Sama seperti kinerja kilat yang mempengaruhi pola awan. Bahkan, bisa dilihat dari Aurora pancaran cahaya gempa,” terang Nuzuwir.
Nuzuwir melihat, beberapa hari belakangan masih tampak tanda awan gempa. Terutama pola awan seperti tali yang tegang seperti tanda gempa Palu beberapa waktu lalu. Bahkan ada awan yang menunjukkan masuk dalam kuadran 1 dan 4 yang pusat gempanya dari Megathrust Mentawai.
”Metoda ini saya tafsirkan sejak gempa 2004 silam di Sumbar. Tapi pada intinya semua yang terjadi di dunia ini kembali kepala kuasa Allah, kita tidak bisa memastikan kapan terjadi bencana,” ujar Nuzuwir.
Melalui metoda awan gempa, sambung Nuzuwir, kedepan dapat mendorong Pemerintah Provinsi Sumbar melakukan penerapan bangunan baru yang ramah gempa. Selain itu, menambah shelter untuk antisipasi jika tsunami benar-benar terjadi. Serta, edukasi warga secara berkelanjutan.
”Tak hanya itu, pemerintah setempat perlu melakukan simulasi secara berkala kepada segenap lapisan masyarakat. Memasang rambu-rambu evakuasi, hingga menyiapkan sarana dan prasarana yang aman untuk evakuasi pasca gempa,” tukas Nuzuwir. (mil)











