Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai, unsur onar atau keonaran yang termuat dalam Pasal 14 KUHP juga sudah tidak relevan lagi dengan perÂkembangan zaman dan teknologi informasi saat ini.
Sebab masyarakat suÂdah memiliki akses yang luas dan mudah terhadap informasi melalui berbagai media, khususnya media sosial.
“Dengan kata lain, jika ada seseorang yang menyiarkan berita atau pemberitahuan kepada masyaraÂkat melalui media apapun meskipun berita atau pemberitahuan tersebut masih diragukan kebenarannya,” jelas Enny Nurbaningsih dikutip dari situs resmi MK.
“Kemudian berita atau pemberitahuan tersebut menimbulkan diskursus di ruang publik, maka seharusnya diskusi tersebut tidaklah serta merta merupakan bentuk keonaran di masyarakat yang langsung dapat diancam dengan hukuman pidana,” lanjutnya.
Hal senada juga diungkapkan Hakim Konstitusi Arsul Sani, MK berpendapat tidak ada kejelasan terkait ukuran atau parameter yang menjadi batas bahaya. Artinya, apakah keonaran tersebut juÂga dapat diartikan sebagai kerusuhan yang membaÂhayakan negara.
“Dengan demikian, terciptanya ruang ketidakpastian karena multitafsir terÂsebut akan berdampak pada tidak jelasnya unsur-unsur yang menjadi parameter atau ukuran dapat atau tidaknya pelaku dijerat dengan tindak pidana,” tambah Arsul. (jpg)
















