Salah satu langkah utama dari PHBS yang penting untuk diimplementasikan di pesantren adalah gerakan CTPS di 5 momen penting, yakni saat sebelum makan, setelah dari toilet, setelah bermain, setelah batuk atau bersin, dan setelah bepergian. Jika dibiasakan, CTPS di 5 momen penting akan mampu melindungi para santri dan santri putri dari berbagai penyebaran penyakit.
Bahkan menurut teori Swiss Cheese Model for Infectious Disease, kebiasaan ini menjadi langkah pertama untuk melindungi diri dari ancaman penyakit infeksi, setelah vaksin. Sementara, menilik pada data Riskesdas 2018, di Provinsi Sumatera Barat, untuk usia di atas 10 tahun yang mempunyai kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) baru mencapai 37,92%, sehingga kebiasaan CTPS ini penting untuk disebarluaskan ke seluruh masyarakat Provinsi Sumatera Barat.
Secara terpisah, Head of Skin Cleansing Unilever Indonesia, Erfan Hidayat menjelaskan peran Lifebuoy untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan di area Pesantren. Salah satunya adalah dengan mencetak Duta Santri sebagai peer educator dari program peer-to-peer learning.
“Sejak tahun 2019 program Pesantren Sehat Lifebuoy telah menjangkau lebih dari 2.000 pesantren dan memberikan manfaat bagi lebih dari 900.000 santri dan santri putri di Indonesia. Tahun ini program Pesantren Sehat Lifebuoy hadir di Kota Padang dengan tujuan memberikan dampak yang lebih luas melalui sejumlah rangkaian kegiatan mulai dari peer-to-peer learning, training for trainers (kepada santri dan santri putri, ustadz, dan ustadzah), edukasi CTPS dengan baik dan benar, hingga pemeriksaan kesehatan. Kami berharap dengan kolaborasi yang dilakukan di Pesantren di berbagai kota di Indonesia kami dapat menjangkau penambahan 1 juta santri dan santri putri di lebih dari 1.500 pesantren,” papar Erfan.
Interaksi intens antarmasyarakat pesantren menjadikan pesantren unit pendidikan yang berpotensi efektif dalam membiasakan CTPS di 5 momen penting melalui metode peer-to-peer learning, dimana mereka saling mencontohkan dan meniru berbagai perilaku positif. Menurut studi dari Hungarian Academy of Sciences, peer-to-peer learning atau program edukasi melalui teman sebaya merupakan salah satu cara edukasi yang paling efektif dalam pengajaran CTPS di kalangan anak-anak. Studi ini menemukan bahwa program edukasi melalui teman sebaya dapat meningkatkan pengetahuan teoritis tentang CTPS dan cara mempraktekkan CTPS yang benar hampir 2 kali lebih baik dari sebelumnya, dan dapat bertahan bahkan 4 bulan setelah program berakhir.
Program Pesantren Lifebuoy dibagi menjadi dua tahap yaitu, Pemilihan Duta Santri oleh pihak Pesantren sebagai peer educator yang akan mendapatkan pelatihan tentang PHBS, terutama CTPS, oleh dokter dari PDUI. Hal ini menjadi penting karena salah satu faktor kesuksesan peer-to-peer learning adalah kompetensi dan kapabilitas dari peer educator. Melalui pelatihan ini, Duta Santri akan memahami pentingnya CTPS dan bagaimana cara melakukan CTPS dengan baik dan benar.
Tahap berikutnya, Duta Santri akan kembali ke pesantren untuk dapat memulai melakukan Gerakan 21 Hari Pembiasaan CTPS bersama santri/santri putri lainnya. Hal ini dilakukan karena menurut teori peer-to-peer learning, edukasi melalui peer educator yang kompeten terbukti lebih efektif dibandingkan dengan edukasi guru-siswa pada umumnya.
Selain peer-to-peer learning, Lifebuoy memberikan bantuan terhadap pesantren berupa dana pendidikan, alat penunjang pendidikan, dan pemeriksaan kesehatan tanpa biaya.
Miftah Riska selaku Duta Santri Ponpes Nurul Yaqin Al Hidayah mengemukakan harapannya, “Melalu program ini, diharapkan seluruh santri dan santri putri dapat mengubah kebiasaan dengan menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat. Dengan menjadi Duta Santri saya berharap masyarakat tidak lagi memberi cap/label bahwa hidup di pesantren itu terkesan kumuh atau kotor, melainkan percaya bahwa pesantren kini sudah menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat.”
“Dengan dilaksanakannya program Pesantren Sehat Lifebuoy di Kota Padang, kami berharap dapat melahirkan agen-agen perubahan yang mampu menciptakan lingkungan pesantren maupun masyarakat yang lebih sehat. Di tahun 2024, program sudah berjalan di Kota Semarang, Jakarta, Bandung, Banjarbaru, Makassar, Palembang, Lampung, dan Bengkulu,” tutup Erfan. (rom)




















