Kemudian, para terdakwa disebut melakukan perbaikan data DPS namun hanya mendengarkan masukan dari Parpol. Hasilnya, jumlah DPS itu berubah menjadi 442.526 pemilih yang tertuang dalam Berita Acara Nomor 008/PP.05.1.BA/078/2023 tanggal 12 Mei 2023 tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Tingkat PPLN Kuala Lumpur dengan rincian TPS-LN berjumlah 438.665, Kotak Suara Keliling (KSK) berjumlah 525 dan pengiriman melalui pos berjumlah 3.336.
“Dari hasil sinkronisasi tersebut selanjutnya pada tanggal 12 Mei 2023 dilakukan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), yang dihadiri oleh seluruh Anggota PPLN, Perwakilan Partai, Panwas LN, perwakilan dari Kedutaan Besar RI, sehingga jumlah DPS yang ditetapkan menjadi DPSHP sebanyak 442.526 pemilih,” kata jaksa.
Jaksa mengatakan para terdakwa lalu menggelar rapat pleno terbuka pada 21 Juni 2023. Rapat itu dihadiri seluruh anggota PPLN, perwakilan Partai, Panwas LN, perwakilan dari Kedutaan Besar RI.
Terdakwa Umar menampilkan data perubahan DPSHP tersebut dan menanyakan apakah ada tanggapan atau sanggahan. Sanggahan muncul dari perwakilan Parpol NasDem, Demokrat, Perindo dan Gerindra untuk menambah komposisi metode KSK sekitar 20-30 persen dan pengiriman melalui pos sekitar 50 persen.
“Rapat pleno tersebut akhirnya disepakati oleh para terdakwa selaku PPLN KL dan dibuat Berita Acara Nomor: 009/(PP/05. -BA/078/2023 tanggal 21 Juni 2023 tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat PPLN Kuala Lumpur Pemilihan Umum Tahun 2024, dengan perincian sebagai berikut. TPS-LN berjumlah 222.945, Kotak Suara Keliling berjumlah 67.945, pos berjumlah 156.367. Jumlah Pemilih 447.258,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan para terdakwa telah mengetahui jika perubahan dan pengalihan data pemilih itu tidak valid. Jaksa mengatakan tindakan itu mengakibatkan alamat dan nomor kontak daftar pemilih menjadi tidak jelas.
“Bahwa para Terdakwa telah mengetahui bahwa daftar pemilih yang mereka kelola sudah tidak valid sejak tahap penetapan DPS, namun para Terdakwa tetap melakukan perubahan data dari Metode pengambilan suara TPS-LN dan mengalihkan ke metode pangambilan suara Kotak Suara Keliling (KSK) dan Metode Pos, sehingga banyak pemilih dalam daftar yang tidak jelas alamat dan nomor kontaknya. Tindakan para Terdakwa mengalihkan data dari DPT TPS ke DPT KSK dan DPT POS hanya berdasarkan permintaan Perwakilan Parpol tanpa dilengkapi dengan dokumen autentik,” tutur jaksa.
Jaksa mengatakan alamat pemilih yang tak jelas itu mengakibatkan jumlah surat suara yang dikirim melalui pos sebanyak 155.629 pemilih namun hanya kembali 81.253 surat suara. Jaksa menyakini para terdakwa melanggar Pasal 544 dan atau Pasal 545 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Bahwa akibat perbuatan para Terdakwa yang memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil coklit ke dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) menjadi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) dan kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT), serta memindahkan Daftar Pemilih Metode TPS ke Metode KSK dan POS, dalam kondisi data dan alamat tidak jelas atau tidak lengkap sehingga mengakibatkan untuk metode Pos surat suara yang dikirim sebesar 155.629, namun kembali ke pengirim (return to sender) sebanyak 81.253 surat suara,” imbuhnya. (*/rom)
















